TEMPO.CO, Jakarta - Implan KB merupakan salah satu alat kontrasepsi yang digunakan dalam program nasional Keluarga Berencana atau KB. Program untuk menekan laju pertumbuhan penduduk, dengan mengurangi angka kelahiran pada pasangan usia subur melalui alat kontrasepsi.
Baca juga:
Pilih - pilih Alat KB : Suntik, Pil, Implan, atau IUD
Saat ini, alat kontrasepsi yang paling populer di Indonesia adalah KB suntik dan pil KB. Keduanya lebih murah dan mudah digunakan. Sementara implan kurang populer karena salah satu alasannya, harganya mahal. Padahal tingkat kesuksesan KB implan dalam mencegah kehamilan lebih tinggi dibanding pil atau suntik KB.
Data WHO tahun 2011 menunjukkan, tingkat kegagalan dengan pil KB sekitar 90 per 1000 orang, dan KB suntik 60 per 1000 orang. Sementara implan memiliki angka kegagalan hanya 0,5 persen paling kecil dibandingkan spiral yang angka kegagalannya mencapai 8,5 orang dari 1000 pengguna.
Ada kesepakatan global yang didanai Bill and Melinda Gates Foundation menetapkan harga implan satu batang yang sama yaitu USD 8,5 atau sekitar Rp 115 ribu, belum termasuk bea masuk karena barang impor dan distribusi. “Sayangnya di Indonesia belum optimal mengikuti kesepakatan itu. Kita menggunakan implan dua batang dengan harga sekitar Rp 275 ribu, padahal harga implan satu batang di bawah harga tersebut,” ujar dokter spesialis kebidanan dan kandungan, Julianto Witjaksono dalam diskusi Forum Ngrobras di Jakarta, Senin 11 Desember 2017.
Kebijakan penggunaan implan ini bukan di bawah kewenangan Pusat Obstetrik Ginekologi Indonesia atau POGI. Sementara target akseptor KB baru di Indonesia setiap tahun adalah 9 juta dengan dana sekitar Rp 375 miliar untuk pil dan suntik KB, IUD, dan sebagainya. Dengan dana yang sama, jika menggunakan implan maka hanya akan menjangkau 1 juta peserta.
Alat kontrasepsi. TEMPO/Syamsul Marlin
“Kami di POGI tetap merekomendasikan implan satu batang sebagai alat kontrasepsi jangka panjang mengingat tingkat pendidikan mayoritas akseptor KB di Indonesia masih rendah, sehingga kegagalan dengan pil dan suntik masih tinggi,” ujar Julianto Witjaksono yang juga menjabat Direktur Utama Rumah Sakit Universitas Indonesia Depok,ini.
Pernyataan senada disampaikan Ketua Kelompok Kerja Keluarga Berencana dan Abortus, Perhimpunan Obstetrik Ginekologi Indonesia atau POGI, Ilyas Angsar. Dalam keterangan tertulisnya, menurut Ilyas, POGI mendorong penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang seperti implan KB untuk meningkatkan keberhasilan program KB.
Program POGI yang sudah berjalan sejak tahun 1990 sampai sekarang adalah bekerja sama dengan BKKBN dan Kementerian Kesehatan untuk melaksanakan pelatihan pemasangan dan pencabutan IUD dan implan bagi dokter dan bidan, serta pelatihan sterilisasi pada wanita dan pria untuk dokter di seluruh provinsi. Tecatat lebih dari 50 ribu bidan sudah terlatih memasang implan.
Ilyas menambahkan, POGI berharap era kejayaan implan seperti di era Orde Baru dapat kembali lagi. “Dulu bahkan Jakarta pernah menjadi pusat pelatihan internasional untuk pemasangan dan pencabutan Implan KB. Tetapi di era reformasi popularitas implan menurun drastis karena harga implan yang mahal,” ucapnya.