CANTIKA.COM, Jakarta - Peristiwa pelecehan seksual yang terjadi di National Hospital Surabaya, Jawa Timur, menarik perhatian publik. Seorang perawat laki-laki bernama Junaidi melakukan pelecehan terhadap pasien perempuan. Kejadian ini terungkap setelah video pengakuan Juanidi tersebar di Internet.
Dalam video itu, tampak seorang pasien perempuan tengah duduk di bangsal dengan tangan diinfus. Dia menunjuk kepada seorang perawat laki-laki yang ada di dihadapannya seraya berkata, "kamu ngaku dulu apa yang kamu perbuat pada saya." Di depan tiga perawat dan seorang pendamping pasien, Junaidi mengaku khilaf.
Pelecehan seksual tentu berdampak besar pada kesehatan korban secara fisik dan mental. Karena itu, penting untuk mengetahui langkah apa yang harus dilakukan oleh korban. Prinsip utama yang mesti dipegang oleh korban pelecehan seksual adalah tidak perlu menyalahkan diri sendiri dalam situasi ini.
Setelah membangun keberanian dan kepercayaan diri, berikut ini 3 langkah yang harus dilakukan korban pelecehan seksual seperti dikutip dari kajian kesetaraan gender Universitas Santa Barbara, California, Amerika Serikat.
1. Mendefinisikan pelecehan seksual
Pelecehan seksual adalah kontak seksual yang dilakukan pada seseorang tanpa persetujuan. Pelecehan seksual tidak hanya terjadi dengan penetrasi, tapi juga tanpa kontak langsung, seperti melihat atau ucapan. Pelaku pelecehan seksual juga bukan hanya orang yang tidak dikenal, namun dapat dilakukan oleh teman, pasangan, atau keluarga. Mendefinisikan pelecehan seksual dapat membantu memperkuat posisi korban dan menentukan langkah lebih lanjut.
2. Melaporkan pelaku
Banyak korban pelecehan seksual yang takut melaporkan pelaku. Namun jika berpegang pada prinsip awal tadi, yakni tak perlu menyalahkan diri sendiri, maka semestinya korban tak perlu khawatir karena dalam posisi yang benar. Korban pelecehan sebaiknya melaporkan kejadian yang dialaminya agar pelaku jera, dan tak ada korban lain.
3. Pemulihan
Beberapa korban pelecehan seksual mesti menjalani proses pemulihan yang panjang dan rumit. Korban mesti membangun kembali keberanian dan rasa percaya diri untuk menjalani kehidupannya. Rasa marah, malu, teralienasi, atau ketakutan jika peristiwa serupa berulang menjadi tantangan tersendiri.
Cobalah berbagai motode pemulihan hingga menemukan cara mana yang sesuai dengan kepribadian korban. Sebab, setiap individu memiliki kondisi fisik dan psikologi yang berbeda. Olahraga dan meditasi menjadi pilihan yang baik untuk melepaskan perasaan negatif. Menulis buku harian atau jurnal juga bisa menjadi bagian dari proses pemulihan.
ASTARI PINASTHIKA SAROSA