CANTIKA.COM, Jakarta - Teknologi semakin berkembang sehingga kebutuhan sumber daya di sektor industri STEM atau sains, teknologi, mesin, dan matematika kian bertambah. Sayangnya, jumlah perempuan yang berkecimpung industri STEM masih kurang.
Baca juga:
3 Bentuk Pelecehan yang Sering Dianggap Sepele
Perempuan yang Berani Mencandai Jokowi di Panggung, Siapa Dia?
Menteri Susi Pudjiastuti Perempuan Tangguh, Akhirnya Mewek Juga
Wakil Ketua Women Empowerment dari Kamar Dagang dan Industri atau KADIN Indonesia, Nita Yudhi mengatakan hanya 20 persen perempuan di seluruh dunia yang bekerja di industri sains, teknologi, mesin, dan matematika. "Padahal perempuan yang mengambil jurusan di bidang STEM bakal memiliki karier yang bagus," kata Nita di Jakarta.
Salah satu alasan rendahnya tingkat partisipasi perempuan yang bekerja di industri STEM karena persepsi lingkungan kerja yang didominasi laki-laki. Selain itu, unsur fisik menjadi pertimbangan yang membuat perempuan tidak tertarik bergelut di industri sains, teknologi, mesin, dan matematika.
CEO PT Bubu Kreasi Perdana, Shinta Dhanuwardoyo merasakan masih rendahnya peran perempuan di industri digital. Dia menjelaskan programmer perempuan mampu memberikan hasil kerja yang lebih baik dibanding programmer laki-laki. "Tapi sayang, tidak banyak perempuan yang melamar menjadi programmer," tuturnya.
Ilustrasi pekerja yang dijauhi teman-temannya. Shutterstock
Riset dari BOI Research Services menunjukkan mengurangi diskriminasi terhadap pekerja perempuan mampu meningkatkan produktivitas perusahaan sebesar 40 persen. Perempuan yang mendapat gelar di bidang sains, teknologi, mesin, dan matematika kemungkinan kecil mengejar karir di industri STEM bila dibandingkan dengan laki-laki meski banyak dari mereka yang mengambil studi di industri STEM dan memiliki nilai akademis yang relatif baik.
Menurut riset tersebut, perempuan mulai tertarik pada dunia sains, teknologi, mesin, dan matematika pada usia 11 - 12 tahun. Namun ketertarikan itu mulai menurun ketika mereka berusia 15 tahun.