CANTIKA.COM, Jakarta - Monosodium glutamat atau MSG dikenal sebagai salah satu asam amino nonesensial yang melimpah dan terbentuk secara alami. Asosiasi obat dan makanan Amerika Serikat dan Uni Eropa menyatakan MSG sebagai zat tambahan makanan. Adapun masyarakat Indonesia menyebut MSG sebagai micin.
Publik mengasosiasikan MSG sebagai zat yang kurang bagus untuk kesehatan, terutama perkembangan kecerdasan. Ahli Teknologi Pangan dari Institut Pertanian Bogor atau IPB, Profesor Purwiyatno Hariyadi meluruskan anggapan tersebut.
Menurut Puriyatno, MSG tak mempengaruhi tingkat kecerdasan seseorang. Bahkan, sebesar apapun upaya untuk menghindari MSG, nyatanya zat tersebut sudah terkandung di dalam makanan sehari-hari yang sering kita jumpai. Jadi MSG tak hanya ada pada penyedap rasa atau mi instan saja.
"Beberapa menu makanan kita sebenarnya sudah mengandung MSG, di antaranya tempe goreng dan dendeng," kata Purwiyatno. "Kalau kita lihat dari jumlah kandungan glutamatnya, MSG pada mi instan kuah itu lebih rendah daripada dendeng."
Ilustrasi makan mie instan. Shutterstock.com
Purwiyatno menambahkan, kandungan MSG pada mi instan goreng lebih banyak karena tidak berkuah. Meski begitu, kadar MSG pada mi instan goreng masih wajar. Kualitas cita rasa, baik dalam menu yang dimasak sendiri maupun makanan instan memberi nilai kenikmatan terhadap seseorang ketika bersantap.
Kualitas ini, kata Purwiyatno, penting karena nilai gizi dan energi baru bermakna ketika menu tersebut dikonsumsi. Kuncinya, terletak pada aktivitas konsumsi. "Semua menu tadi kalau dilihat kandungan glutamatnya masih wajar. Dengan level konsumsi yang sekarang ini, selama pemakaian MSG dalam porsi yang pas, tidak akan menimbulkan permasalahan yang berkaitan dengan kesehatan," ucapnya.