CANTIKA.COM, Jakarta - Julie Laiskodat selalu tampil di depan publik dengan tenun dari Nusa Tenggara Timur. Kecintaan pemilik butik Levico ini terhadap tenun NTT ternyata berkaitan erat dengan kisah cintanya bersama Viktor Bungtilu Laiskodat.
"Kebetulan suamiku orang Kupang, NTT lalu saat nikah saya dapat maskawin tenun NTT. Awalnya jatuh cinta kepada suami dulu, kemudian saya jatuh cinta kepada tenun NTT karena melihat kebudayaan dan hasilnya luar biasa bagusnya," kata Julie Laiskodat di Jakarta.
Karena cinta, Julie Laiskodat kemudian mempelajari tenun NTT beserta filosofinya. Sebanyak 22 kabupatan/kota di Nusa Tenggara Timur memiliki motif, warna, dan ciri khas berbeda. Julie Laiskodat kemudian berpesan kepada para penenun untuk mempertahankan motif dari luluhur karena di situ nilai jualnya.
Kendati sudah memiliki pakem motif yang bisa menjadi modal keunikannya, para penenun di NTT kesulitan mendapatkan benang dan belum punya jaringan penjualan. Untuk mendapatkan benang sintetis, mereka harus menempuh perjalanan jauh dan waktu yang panjang karena infrastruktur belum memadai untuk sampai ke kota.
Tantangan itu belum termasuk ongkos harus dikeluarkan. Kendala yang sama juga mereka hadapi ketika hendak menjual kain tenun. "Ketika sampai di pasar, kain tenunnya belum tentu laku karena belum ada wadah yang bisa membantu," ucapnya.
Padahal pekerjaan menenun, menurut Julie Laiskodat, bisa dijadikan andalan karena tak tergantung musim dan tanpa batas waktu, seperti pekerjaan sebagian besar penduduk NTT sebagai petani dan nelayan. "Selama ini mereka menjadikan menenun sebagai sambilan. Baru menjadi kewajiban ketika membuat kain untuk upacara adat, misalnya pernikahan dan kematian," kata Julie. "Mereka memikirkan anak sekolah dan dapur mesti ngebul, sementara musim berubah."
Butik Levico, menurut Julie, membantu memasarkan kain tenun NTT di 22 kabupaten, namun dengan syarat. "Saya punya dua syarat buat penenun. Pertama kualias harus dijaga, dan kedua soal harga," ucap Julis. Mengenai kualitas, Julie tak mau kompromi karena tenun buatan tangan yang kurang kuat ketika menariknya, maka jalinan benangnya akan longgar dan cepat sobek.
Adapun syarat kedua tentang harga, Julie Laiskodat mengingatkan agar penenun jangan cuma tahu tentang menenun saja. Dia mencontohkan, jika ada pengunjung jangan aji mumpung dan menetapkan harga tinggi pada kain tenunnya. "Jangan sampai, mumpung ada yang datang jadi dimahalin. Apakah mereka berpikir akan menjual satu kali ini saja? Sebab itu saya mengajarkan penenun untuk bermental pengusanha juga," katanya.
Julie Laiskodat berharap para penenun merinci berapa modal yang mereka keluarkan untuk bahan baku seperti penang, dan ditambahkan ongkos jasanya, untuk mendapatkan harga jual yang pantas. "Jadi mereka tetap untung dan orang akan kembali lagi membeli."
SINTA RACHMAWATI