CANTIKA.COM, Jakarta - Jamu merupakan minuman khas Indonesia yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Jamu dibuat dari daun, akar, dan batang aneka tanaman khas Indonesia. Jenis jamu pun beragam variasi rasa dan khasiatnya yang mencapai lebih dari 200. Segudang manfaatnya untuk kecantikan hingga kesehatan. Tapi sayangnya, jamu kerap disebut sebagai minuman pahit, bau, dan khas nenek kakek di mata generasi muda. Dari situlah Vanessa Kalani pendiri Jamu Bar bertekad menjadikan jamu sebagai gaya hidup di generasi milenial.
“Saya sudah hampir 10 tahun berbisnis jual jamu. Awalnya, saya pop up booth di Kemang 2005 dan Senayan 2009. Saat itu momentum kurang pas. Masyarakat belum menyambut baik, masih sangat menyukai es kopi, ice blended, dan lainnya. Saat itu, juga masih ada kesan merendahkan tentang jual jamu yang konotasinya minuman pahit, bau, dan nenek. Tapi sekarang jamu mulai ramai dilirik karena para milenial makin sadar pola hidup sehat, suka vegetarian, dan serba sayuran,” ungkap Vanessa Kalani saat ditemui di acara Wealth Wisdom di Jakarta Pusat, Kamis 15 Agustus 2019.
Dari beragam pengalaman jatuh bangun bisnis jamu, Vanessa melakukan beberapa penyesuaian dalam hal rasa produk, kemasan, hingga desain lokasi. “Kami di Jamu Bar menyediakan dua pilihan jamu, yaitu dengan susu dan tanpa susu. Kami menggunakan susu kelapa, bukan susu sapi. Agar semua bahan berasal dari tumbuh-tumbuhan. Penambahan susu kelapa ini tidak mengubah khasiat, hanya rasa. Kami juga memakai gula aren agar mudah diterima di lidah milenial,” kata Vanessa.
Aneka produk Jamu Bar. Tempo/Silvy Riana Putri
Pilihan jamu tanpa susu kelapa ada sari asem, beras kencur hingga bir pletok. Sementara yang ditambah susu kelapa salah satunya tumeric latte. “Penambahan susu ini tidak hanya mempertimbangkan rasa, tapi juga cara konsumsi minuman yang sedang digemari kopi plus susu. Jadi, kami sediakan pilihannya lewat tumeric latte yang terbuat dari jahe, jeruk, dan susu kelapa. Para vegan dan vegetarian juga bisa minum ini,” jelas Vanessa.
Baca Juga:
Selain inovasi soal rasa, Vanessa juga menawarkan kemasan easy to drink dan kemasan jamu bubuk. “Kami tawarkan kemasan botol minuman yang easy to drink. Sengaja dipilih botol berwarna transparan agar para pembeli bisa melihat kualitas isi jamu. Karena jamu liquid ini tanpa pengawet, jadi hanya bisa bertahan selama tujuh hari. Kami sudah tuliskan juga tanggal kadaluarsa. Dan, bila Anda tidak menghabiskan jamu ini ketika sudah dibuka, simpanlah di dalam kulkas,” urai Vanessa.
Sementara untuk jamu bubuk dikatakanya bisa bertahan selama satu tahun. Kemasannya juga dibuat mudah untuk dibawa kantor ataupun saat bepergian. Diceritakan oleh Vanessa jamu bubuk ini banyak dibeli turis asal Jepang dan luar negeri sebagai oleh-oleh khas Indonesia.
Kemasan Jamu Bar terlihat didesain minimalis dengan pilihan warna pastel. Namun adapula yang mempertahankan ciri khas minuman jamu dengan gambar tumbuhan dan rempah. Untuk kemasan botol tidak banyak terdapat ornamen dan menunjukkan informasi khasiat jamu di bagian depan. Botol yang transparan memudahkan pembeli melihat perubahan warna bila sudah kadaluarsa.
Selain inovasi rasa dan kemasan, desain tempat Jamu Bar juga disulap menjadi tempat nongkrong yang sama asyiknya dengan kafe kopi dan teh. “Negara lain ada kopi dan teh, tapi mereka enggak punya jamu. Di situ kekuatan kita untuk jual jamu. Jadi, kami desain Jamu Bar supaya jadi tempat nongkrong yang asyik enggak kalah sama kafe kopi dan teh. Sama-sama di mal dengan fasilitas lengkap lainnya. Jadi, anak-anak milenial semakin tertarik belajar tentang jamu dan khasiatnya. Sebab meminum secangkir jamu sama seperti meneguk sejarah Indonesia,” tandas Vanessa.
Jamu Bar berdiri sudah berdiri sejak dua tahun lalu. Sebelumnya Jamu Bar membuka outlet di Plaza Indonesia, namun kini hanya fokus di Pacific Place. Bekerja sama dengan Burgreens di Pacific Place, Jamu Bar sama-sama mengedepankan kuliner bahan alami dan menyehatkan.