CANTIKA.COM, Jakarta - Seringkali suami istri menerima nasihat dari para tetua atau teman yang sudah lebih dulu menikah tentang kehidupan pernikahan saat mereka bertengkar. Masukan atau nasihat tersebut tentu berasal dari pengalaman mereka masing-masing.
Namun sebenarnya, Anda dan pasangan yang paling tepat dan paling baik untuk menyelesaikan pertengkaran atau argumen yang memanas. Perhatikan pula sebenarnya ada beberapa perilaku negatif yang bisa memicu pertengkaran suami istri.
Melansir dari laman Purewow berikut ini tiga perilaku negatif yang bisa memicu pertengkaran suami istri.
1. Bersikap negatif dan mengkritik
Kritik adalah salah satu masalah pernikahan yang paling umum, menurut peneliti hubungan di The Gottman Institute. Kritik itu berbeda dari menawarkan hal baru atau menyuarakan keluhan. "Keluhan berpusat pada isu-isu spesifik, sementara kritik adalah serangan kepada karakter pasangan Anda," tulis Ellie Lisitsa dari The Gottman Institute.
"Contohnya Anda bisa mengatakan, ‘Itu mengganggu aku ketika kamu memeriksa telepon saat kita sedang berdiskusi’. Dibandingkan mengucapkan ‘kamu tidak pernah mendengarkan ucapanku. Kamu egois, pelupa, dan kacau.’
Bisa dilihat perbedaannya? Kalimat pertama menjabarkan perilaku pasangan dan pengaruhnya untuk pasangan. Sementara kalimat kedua menunjuk kelemahan pasangan yang konsisten dan negatif.
Coba ini sebagai gantinya: Hindari penggunaan kata-kata seperti "tidak pernah" atau "selalu." Boleh mengeluh, tetapi jangan menyalahkan. Keluhan itu sebatas membahas perilaku, tindakan atau perasaan Anda tentang hal yang terkait pasangan.
Perhatikan juga cara menyampaikannya: “Aku akan merasa jauh lebih baik jika kamu meletakkan telepon sampai kita selesai dengan percakapan ini. Apakah kamu keberatan?" Melontarkan harapan dan terima kasih yang tulus tidak bisa menyakiti.
2. Pendendam
Rasa dendam ini juga bentuk keengganan untuk saling memaafkan dan melihat ke masa depan. Mungkin diri Anda sendiri belum bisa melupakan satu kesalahan atau komentar yang pernah dibuat oleh pasangan. Atau bisa jadi di antara Anda berdua ada yang memilih untuk mengubur insiden masa lalu daripada bertanggung jawab dan meminta maaf untuk itu.
Bagaimanapun, bayang-bayang masalah yang tidak terselesaikan cenderung menghantui hubungan Anda. Bentuk rasa dendam ini bisa terlihat saat berkomentar hal-hal yang di luar topik saat terjadi argumen di antara Anda dan pasangan. Atau mengaitkan atau membahas hal-hal lalu dengan kelalaian yang baru saja terjadi dan tidak berkaitan pula.
Ilustrasi pasangan bermasalah/bertengkar. Shutterstock.com
Coba ini sebagai gantinya: Cobalah untuk tidak membiarkan rasa sakit menumpuk atau kemarahan membusuk. Bersikap terbuka terhadap pasangan adalah upaya untuk memperbaiki kerusakan — yang mungkin berbeda-beda caranya di setiap pasangan.
Beberapa ada yang siap memiliki kesalahan, bersedia untuk berdiskusi, dan meminta maaf secara langsung. Adapula pasangan yang lebih suka bertindak dengan perbuatan daripada kata-kata. Mereka menunjukkan rasa peduli, mendengar, dan berusaha. Jika Anda yang membuat kekacauan, tidak ada kata terlambat untuk mengeluarkan permohonan maaf.
Pelatih hubungan Kyle Benson mengungkapkan, “Perbedaan antara pasangan yang bahagia dan pasangan yang tidak bahagia bukanlah bahwa pasangan yang bahagia tidak pernah melakukan kesalahan. Mereka juga melakukan hal yang sama seperti pasangan yang tidak sehat, tetapi mereka melakukan percakapan untuk mencari solusi dan tidak membawa beban itu ke masa depan.”
Begitu kita mendapatkan hasil yang tidak bahagia, kita umumnya dapat menyembuhkan dan melanjutkan. Hal itu terkait dengan kerja kognitif yang memproses ingatan kita. Namun Benson berpandangan lain, "Ketika rasa sakit atau luka diselesaikan sebatas pikiran, itu sebenarnya hanya untuk menunggu dan berulang dibahas kembali. Memaafkan berarti benar-benar melupakan.”
3. Berkata yang sebenarnya tidak diinginkan
Saat bertengkar dengan pasangan ada naluri untuk membalas dan mengeluarkan perilaku jahat. Puncaknya, kadang mengucapkan hal-hal yang mengerikan begitu saja dan sebenarnya bukan itu yang diinginkan. Perkataan penuh emosi negatif tersebut bisa menjatuhkan rasionalitas pasangan, bertindak ceroboh atau bahkan menganggu kelanggengan.
Coba ini sebagai gantinya: Cobalah berjalan-jalan untuk mendinginkan suasana hati saat bertengkar. Secara biologis, rata-rata setiap orang membutuhkan setidaknya 20 menit untuk tenang setelah dibanjiri emosi negatif. Maksud dari berjalan kaki bukanlah untuk mengasingkan atau meninggalkan pasangan Anda, tetapi untuk menenangkan diri sampai Anda mampu berbicara dengan produktif dan bahkan penuh cinta kepada pasangan.
Jika memungkinkan, buat jeda saat terjadi argumen dan tinggalkan ruangan. Lagi-lagi, pergi ini bukan meninggalkan masalah begitu saja, hal itu dilakukan untuk mendinginkan suasana hati. Tetapi saat Anda keluar, jangan pula menambah panas suasana dengan mengirim pesan singkat kepada teman Anda tentang apa yang baru saja terjadi.
Lebih baik mengingat saat-saat positif atau memori penuh cinta. Jika Anda tidak dapat berjalan, maka diam lebih baik dan akui kepada diri sendiri Anda sedang ditutupi emosi dan amarah. Ingatlah, perasaan itu bersifat sementara.
Salah satu trik menenangkan diri yang diberikan terapis Stephanie Manes. Bayangkan emosi negatif Anda adalah awan pasir yang akan lenyap dibawa air. Saat terbawa ke laut yang tersisa hanyalah air jernih. Sama halnya dengan ketika pikiran negatif Anda mereda, sistem saraf Anda juga bisa tenang.