CANTIKA.COM, Jakarta - Kesadaran untuk melakukan tes kesehatan guna mendeteksi kanker payudara sejak dini selalu digaungkan di penjuru dunia. Menjelang hari kanker payudara sedunia setiap 26 Oktober, kita juga terus diingatkan kembali pentingnya mengecek kesehatan payudara. Baru-baru ini, penyanyi Beyonce menjalani tes kesehatan untuk mendeteksi kanker payudara setelah ayahnya, Mathew Knowles, mengidap penyakit itu.
Beberapa tahun lalu, Angelina Jolie menjalani mastektomi atau pegangkatan jaringan payudaranya untuk mencegah penyakit itu menyerangnya. Beyonce dan Angelina mungkin tidak dapat mencegah kanker payudara karena mereka mewarisi gen mutasi BRCA1.
Kepala Laboratorium Kalgen Innolab Andi Utama dalam sebuah seminar media di Bogor, beberapa waktu lalu, menegaskan sebagian perempuan juga akan meneruskan mutasi kepada anak-anaknya dengan persentase 50-85 persen, selain risiko terkena kanker payudara pada diri sendiri juga meningkat.
Pada perempuan yang berisiko tinggi terkena kanker payudara, ada sejumlah pilihan penanganan dini demi mencegah kanker memasuki stadium lanjut.
Salah satunya bedah profilaksis, yakni mastektomi profilaksis bilateral yang diklaim bisa menurunkan risiko di antara karier dengan varian patogenik sekitar 89,5-100 persen. Menurut Andi, mastektomi menurunkan risiko sekitar 90 persen setelah rerata follow up 6,4 persen.
Namun, para perempuan yang tidak memiliki riwayat keluarga terkena kanker payudara atau mutasi BRCA1 bisa menjalani pemeriksaan BRCA1 dan 2 yang juga untuk memprediksi risiko.
Jika hasil pemeriksaan negatif, pemeriksaan rutin payudara sendiri (SADARI) tetap harus dilakukan setiap bulan. Selain itu, lakukan pemeriksaan payudara secara klinis (SADANIS) satu atau dua tahun sekali mulai usia 25 tahun. Hal lainnya, pemeriksaan mamografi dan MRI setiap tahun mulai usia 25 tahun.
Hal lainnya yang bisa dilakukan, pemeriksaan biomarker atau biomolekul yang mengandung informasi yang diperlukan manusia untuk hidup dan berkembang (DNA, mRNA dan protein). Pemeriksaan itu disebut HER2.
HER2 selain sebagai prediktor risiko, juga bisa digunakan untuk memprediksi obat yang tepat dan pengawasan. Pemeriksaan perlu dilakukan di laboratorium yang memenuhi syarat kualifikasi.
ANTARA