CANTIKA.COM, JAKARTA - Baru-baru ini, kita mendengar kembali kasus ibu merenggut nyawa anak kandung. Seorang ibu muda NP (21 tahun) menganiaya salah satu anak kembarnya yang berusia 2,5 tahun dengan cara dicekoki air layaknya tingkah oknum penjual hewan kurban di Hari Raya Idul Adha. Korban digelonggong air galon secara terus-menerus hingga perutnya kembung, lalu muntah-muntah dan kejang.
Peristiwa mengenaskan yang dialami balita NZL di Kebon Jeruk ini sontak mengundang beragam reaksi dari banyak pihak. Beberapa pihak menilai si ibu berperilaku kejam dan tak punya perasaan. Apakah benar demikian? Mari kita telusuri dari aspek psikologi dari pengamatan ahli agar kita mendapatkan gambaran utuhnya.
Psikolog Keluarga Anisa Cahya Ningrum mengatakan, kejadian ini sangat memprihatinkan dan perlu menjadi perhatian bagi kita bersama. Anisa mengungkapkan pentingnya untuk mengumpulkan fakta dan data tentang adanya bullying dan ancaman ini.
"Kalau kita punya data bisa memberikan dukungan psikologis yang tepat untuk seluruh keluarga, baik ibu, ayah, maupun keluarga terdekat," ucap Anisa saat dihubungi Tempo, Selasa 29 Oktober 2019.
Lantas bagaimana kondisi memilukan tersebut bisa terjadi, apa saja sebabnya? Berikut pemaparan Anisa:
1. Kurangnya komunikasi yang efektif di dalam keluarga.
2. Kurangnya informasi dan pemahaman tentang stimulasi yang sehat dalam perkembangan anak.
3. Kurangnya dukungan keluarga dalam pengasuhan anak.
4. Belum ada sinergi dalam pembagian peran suami istri dalam pengasuhan anak.
5. Kurangnya ketangguhan mental ibu dalam menghadapi stigma dari keluarga dan masyarakat.
6. Kurangnya deteksi dini kondisi mental ibu dalam pengasuhan anak
Menurut Anisa, ada beberapa pihak yang perlu terlibat dalam support system ini. Barikade pertama adalah suami dan keluarga terdekat. Dukungan ini bisa berupa fisik, psikologis, finansial hingga sosial.
Ucapan Anisa beralasan mengulik dari alasan NP merenggut nyawa anaknya dipicu ketidakharmonisan dengan suami, terdapat tekanan-tekanan yang mendorong ia melakukan tindakan tersebut.
Tak hanya dari keluarga, dukungan juga diperlukan juga orang-orang dari komunitas terdekat dengan ibu. Misalnya teman-teman kerja, sekolah, pengajian, profesional, atau komunitas-komunitas lain yang terkait dengan pembelajaran tentang pengasuhan anak pemberdayaan keluarga.
"Yang terakhir dan yang paling penting adalah ketangguhan mental dari ibu itu sendiri. Ibu harus membangun kekuatan dan ketangguhan psikologisnya. Agar tidak mudah terganggu dan tertekan, ketika mendapat ungkapan-ungkapan negatif dari orang-orang di sekitarnya," tutur Anisa yang juga Psikolog di MotherHope Indonesia.