CANTIKA.COM, JAKARTA - Dalam skema keluarga yang lengkap terdiri dari suami dan istri. Bisa diilustrasikan bahwa suami sebagai supir yang memegang kemudi atau pencari nafkah, sementara istri sebagai pengawas yang membiayai distribusi keuangan. Ataupun kondisi sebaliknya. Bisa jadi keduanya sama-sama berperan sebagai pencari nafkah dan si istri diberi tugas tambahan mengelola keuangan.
Namun bagaimana, jika seorang wanita menjadi ibu tunggal dengan berbagai kondisi? Selain berjuang menghadapi kemungkinan tekanan sosial, para ibu tunggal juga berjuang mengelola keuangan.
Menurut pengamat investasi, Bhima Yudistira, perbedaan paling mendasar dari pola keuangan ibu tunggal adalah skala prioritas yang tentu saja tak bisa ditawar. Meski demikian, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) ini mengatakan bukan berarti ibu tunggal tak bisa berinvestasi.
Bicara soal keuangan dan investasi, idealnya harus mempunyai tujuan untuk jangka pendek dan jangka panjang. Mengingat ibu tunggal mengatur keuangan sendiri, maka ia bisa memutuskan langsung mau berinvestasi dalam bentuk apa.
"Satu syarat yang terpenting dalam investasi adalah harus disiplin karena tujuan investasi kebanyakan ibu tunggal adalah untuk pendidikan anak," ucap Bhima saat ditemui usai acara peluncuran Waris Sampurna di Jakarta, Senin 11 November 2019.
Dalam pengelolaan cashflow, setiap kali mendapat pemasukan maka ilustrasi alokasi anggaran yang disarankannya, seperti 10% untuk tabungan, 40% untuk keluarga, 20% untuk pribadi dan 30% jika memiliki cicilan.
Skema cashflow tersebut menjadi dasar mengelola keuangan dalam keluarga. Tak hanya itu, dana darurat juga harus dipersiapkan dengan nominal minimal tiga kali lipat dari penghasilan. Misalnya, penghasilan 5 juta, maka dana darurat yang disiapkan sebesar 15 juta di luar dana tabungan, asuransi dan investasi.