CANTIKA.COM, Jakarta - Sejumlah desainer profesional memamerkan busana berbahan tenun ikat di ajang Dhoho Street Fashion (DSF) 2019. Fashion show tahunan ini bertujuan mengangkat produk tenun ikat yang menjadi ikon Kota Kediri.
Mengusung tema Pride of Jayabaya, Dhoho Street Fashion yang memasuki tahun kelima ini tetap memukau pecinta busana dari berbagai kota. Bertempat di kawasan wisata Hutan Kota Joyoboyo yang menjadi paru-paru Kota Kediri, para desainer berlomba memamerkan busana berbahan tenun ikat. “Kami ingin mengangkat produk tenun ikat yang menjadi kekayaan wastra Kota Kediri,” kata Ferry Silvana Abu Bakar, Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Kediri yang menggagas DSF, Kamis 5 Desember 2019.
Sejak event DSF pertama digelar lima tahun lalu, fashion show ini selalu memilih tempat antimainstream. Kali ini, para model harus berlenggak lenggok di atas lantai batu yang diubah menjadi catwalk. Sementara para penonton tersebar di berbagai sudut untuk mengabadikan momen bersejarah yang belum pernah dijumpai di hutan kota.
Model memeragakan karya desainer ternama di Dhoho Street Fashion, Kediri, Jawa Timur. (dok. Istimewa)
Didiet Maulana, Priyo Oktaviano, dan Samira M. Bafagih adalah tiga dari deretan desainer yang terlibat dalam DSF tahun ini. Keahlian mereka dalam memilih corak dan memotong kain diuji untuk membangun kembali narasi sejarah Raja Jayabaya yang menjadi cikal bakal Kota Kediri.
Demi menggurat kembali kejayaan Raja Jayabaya, Priyo Oktaviano memilih rancangan yang berani, namun tetap elegan. Warna-warna kontras dipilih sebagai motif utama dalam aplikasi busana kekinian.
“Saya mencoba memberikan satu influence untuk anak muda kota Kediri agar berani berpakaian dengan motif tenun lokal Kediri yang bisa di-mix and match sehingga menjadi casual, fun, young, dan modern looks,” kata pemilik brand Spous by Priyo kepada Tempo.
Usaha tersebut tak sia-sia. Karyanya yang dianggap membumi mendapat perhatian anak-anak muda yang berebut mengabadikan model busana rancangan Priyo. Tak sedikit yang menanyakan detil potongan agar bisa diadopsi sebagai gaya mereka.
Kehadiran model sekaligus istri Wakil Gubernur Jawa Timur Arumi Bachsin turut menarik perhatian pengunjung. Selain mengapresiasi gelaran DSF yang memasuki tahun kelima, Arumi aktif memberikan komentar terhadap model dan rancangan busana yang dikenakan. Kehadiran Arumi juga terlihat dalam gelaran DSF tahun-tahun sebelumnya.
Ketua Dekranasda Kota Kediri Ferry Silvana Abu Bakar menerima karangan bunga di acara Dhoho Street Fashion, Kediri, Jawa Timur. (Istimewa}
DSF merupakan upaya Dekranasda Kota Kediri untuk mempromosikan tenun ikat Kediri ke kancah internasional. Sejak tahun 2015, DSF digelar dengan melibatkan desainer nasional dan desainer lokal untuk membuat outfit yang inspiratif.
Event-event seperti ini, menurut Ferry Silvana, diharapkan mampu meningkatkan penggunaan material tenun ikat Kediri. Sehingga menumbuhkan pasar kain tenun ikat yang diproduksi perajin tenun Kota Kediri.
Di sisi lain, penenun muda akan tertarik untuk melanjutkan produksi kekayaan wastra Kota Kediri ini.“Kami juga mengundang desainer pelajar SMK di Kediri untuk turut memamerkan rancangannya,” terang Ferry.
Kerajinan tenun ikat Kediri sendiri pada awalnya dikerjakan secara tradisional dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) di era 1900-an. Jejak historis keberadaan wastra lokal ini tersimpan sebagai koleksi di Tropenmuseum Amsterdam, Kerajaan Belanda.
Setelah sempat mengalami keterpurukan, kebangkitan tenun ikat Kediri terjadi pada tahun 1950-an ketika pengusaha keturunan Tioanghoa dan Arab mendirikan usaha tenun dengan ATBM. Kemudian sempat menurun ketika diterpa badai politik pada tahun 1965. Banyak pengusaha tenun gulung tikar hingga tinggal beberapa yang bertahan.
Tahun 2016, Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar mengeluarkan Peraturan Walikota Kediri yang mengintrusikan seluruh ASN Kota Kediri mengenakan pakaian kerja berbahan tenun ikat Kediri tiap hari Kamis. Dari sanalah permintaan terhadap tenun ikat Kediri meningkat signifikan.
HARI TRI WASONO (KONTRIBUTOR)