CANTIKA.COM, JAKARTA - Mendung tebal menggelayut saat tiba di kediaman asri Rumah Dinas Gubernur DKI Jakarta di bilangan Taman Suropati, Jakarta Pusat. Tempo.co disambut hangat oleh Fery Farhati Ganis, istri Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Selasa 17 Desember 2019. Perbincangan santai ditemani secangkir teh pun mengalir. Siang itu Fery tampak anggun mengenakan batik buketan warna merah muda dari perajin batik di Jakarta. Hijab warna senada dan kalung etnik melengkapi penampilannya.
Bicara soal perempuan, khususnya di bulan Desember ini ada perayaan Hari Ibu setiap tanggal 22 Desember, Fery memiliki asa perempuan masa kini harus bisa melampaui takdir penciptaannya. Menurut perempuan 49 tahun ini melampaui takdir artinya jika ia sebagai ibu, maka bisa menjadi penggerak bagi keluarga dan bermanfaat oleh anggota keluarganya.
"Bisa dibayangkan pagi-pagi sudah menggerakkan suasana di rumah; ada yang mau ke sekolah, mau kerja. Perempuan sudah menciptakan keharmonisan di rumahnya, tapi tak hanya sebatas itu, keberadaan dan fungsi mereka bisa melampaui," ucap alumnus S2 Sekolah Ilmu Keluarga, Konsumen, dan Nutrisi Universitas Illionis Utara Amerika Serikat ini.
Melampaui yang bagaimana? Bisa berdampak dan berdaya dan memberdayakan lingkungan sekitarnya, tak hanya untuk keluarga tapi juga untuk lingkungan sekitarnya. Fery pun memberi contoh sosok ibu-ibu yang sudah melampaui takdir penciptaannya.
Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah Provinsi DKI Jakarta Fery Farhati Ganis membuka Jakarta Craft 2019 yang mengusung tema "Urban Jakarta Festival" di Gedung Balai Kota DKI Jakarta, Senin 25 November 2019. TEMPO/Eka Wahyu Pramita
"Saya bertemu dengan perempuan sosok-sosok inspiratif sudah melakukan sesuatu yang berdampak untuk lingkungan sekitarnya. Tapi tidak ada kisahnya, tidak ada beritanya, bahkan di mesin pencarian juga tak ada namanya. Padahal sudah banyak perempuan di sudut-sudut Jakarta yang punya dampak tak hanya keluarga tapi juga lingkungannya," ungkap ibu empat anak ini.
Sosok inspiratif yang dimaksud Fery, salah satunya saat ia pernah ketemu seorang ibu yang bercocok tanam tapi hobinya itu tapi bukan cuma ia sendiri. "Si ibu mengajak warga yang lain juga ikut dalam pengelolaan sampah, bank sampah, gang hijau, punya sayuran dari lingkungan mereka," tukas Fery.
Ada lagi sosok perempuan yang tinggal di Rusun Marunda, di tengah masalah bersama ia masih memikirkan orang lain bagimana hidup tanpa punya penghasilan. Lalu dicarikan cara dengan keahliannya belajar batik, warga dilatih membatik, barangnya dijual sampai ikut Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) dan Fashion Week. Alhasil, manfaat tidak hanya dirasakan oleh dirinya, tapi juga satu warga Rusun Marunda.
Selain membatik ada juga sosok perempuan yang punya keahlian membuat kerajinan dan aksesori bros ondel-ondel. "Dia tidak bikin sendiri dia mengajarkan para ibu bikin kerajinan, ketika dapat pesanan, mereka mengajak ibu-ibu lain buat bikin yang akhirnya mendapatkan penghasilan," tutur Fery.
Bagi Fery, contoh kisah tersebut ialah cerita yang bagus dan a tidak pernah muncul ke permukaan. Ketika mendengar cerita-cerita itu rasanya seperti disatukan, ada kehangatan dan keakraban. "Saya membayangkan kalau cerita ini diangkat ke permukaan diketahui orang-orang juga akan memberikan energi bagi mereka," ungkapnya.
Indikator kebahagiaan masyarakat menurut Fery dimulai dari kebahagiaan keluarga yaitu harmonis dan humanis, kondisi itu yang menciptakan perempuan. "Nah itulah makna hari ibu agar tidak sekadar simbol, tapi menjadi sosok perempuan yang bermanfaat tidak hanya untuk diri, juga untuk keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya," tandas Fery.