CANTIKA.COM, Jakarta - Kamu yang sering jajan minuman kemasan yang mengandung pemanis, seperti teh, kopi, dan soda harus siap-siap menambah uang saku. Musababnya, pemerintah bakal mengenakan tarif cukai untuk minuman tersebut yang tentu berimbas pada kenaikan harga.
Usulan pengenaan cukai pada minuman kemasan berpemanis muncul dalam rapat antara pemerintah dan Komisi Keuangan DPR pada Rabu, 19 Februari 2020. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan minuman berpemanis berdampak serius pada kesehatan, terutama memicu penyakit diabetes, obesitas, stroke, kolesterol, dan lainnya.
Baca Juga:
Beberapa negara, menurut Sri Mulani, telah menerapkan cukai untuk minuman berpemanis demi menjaga kesehatan warga negaranya. Pemerintah mengajukan tarif cukai Rp 1.500 sampai 2.500 per liter untuk minuman teh kemasan hingga minuman bersoda. Gagasan itu disampaikan bersamaan dengan usulan pengenaan cukai untuk kantong plastik kresek dan produk plastik, serta emisi karbon.
Ilustrasi minuman ringan. REUTERS/Damir Sagolj
Sri Mulyani menjelaskan, tarif cukai tersebut didasarkan pada kandungan gula dalam minuman kemasan tersebut. Semakin tinggi kandungan pemanis dalam minuman, maka tarif yang dikenakan bakal semakin tinggi. Besaran tarif cukai yang dipatok terbagi beberapa kelompok. Antara lain minuman teh dalam kemasan sebesar Rp 1.500 per liter, minuman bersoda, serta minuman energi, dan kopi dalam kemasan Rp 2.500 per liter.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia, Adhi Lukman mengatakan rencana kebijakan pengenaan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan tidak tepat. "Kami pernah melakukan kajian bahwa pengenaan cukai akan menaikkan harga dan pada akhirnya menurunkan daya beli masyarakat," ujar Adhi. Dia belum dapat memrinci berapa besar kenaikan harga akibat pengenaan tarif cukai tersebut.
Ketua Asosiasi Industri Minuman Ringan atau Asrim, Triyono Prijosoesilo mengatakan jika harga produk di tingkat konsumen kian mahal, maka daya beli turun, dan memukul industri minuman siap saji yang belakangan sudah loyo. "Ini akan berdampak negatif pada pertumbuhan dan penyerapan tenaga kerja," ujar dia.