CANTIKA.COM, Jakarta - Tim kajian Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung meminta pemerintah mengeluarkan aturan penggunaan bilik disinfektan sebagai cara mencegah penyebaran virus corona. Bilik ini makin mudah ditemukan, seperti di gedung perkantoran sampai pintu gerbang perumahan.
Menurut anggota tim kajian, Catur Riani, aturan itu diperlukan agar masyarakat tak latah dan membuat cara-cara perlindungan yang tidak terkontrol. "Sekarang (penyemprotan dengan bilik disinfektan) sudah marak di mana-mana dan tak terkontrol," kata dia.
Masalahnya, cairan yang dipakai justru dapat mengganggu kesehatan. Kandungan zat itu antara lain larutan pemutih (natrium hipoklorit), klorin dioksida, etanol 70 persen, electrolyzed salt water, amonium kuarterner, glutaraldehid, kloroksilenol, dan hidrogen peroksida (H2O2).
Disinfektan memang dapat membunuh kuman, seperti bakteri, fungi, dan virus, yang ada di permukaan benda mati, seperti pakaian, lantai, dan dinding. Efektivitasnya berdasarkan waktu kontak, yakni waktu yang dibutuhkan untuk tetap berada dalam bentuk cair atau basah pada permukaan dan memberikan efek membunuh kuman.
Waktu kontak disinfektan sekitar 15 detik sampai 10 menit, seperti ketetapan United States Environmental Protection Agency (EPA). Namun waktu kontak efektif dan konsentrasi cairan disinfektan yang disemprotkan pada tubuh dalam bilik disinfektan sejauh ini belum diketahui. "Apalagi waktu kontak efektif terhadap COVID-19," ujar Catur.
Peneliti Loka Penelitian Teknologi Bersih Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Chandra Risdian mengatakan, disinfektan efektif membunuh virus pada konsentrasi tertentu. Virus corona merupakan virus yang memiliki selubung dengan pelindung lapisan lipid atau lemak.
"Disinfektan bekerja dengan cara merusak lapisan lemak dan protein dalam struktur virus tersebut," kata Chandra. Namun, Chandra menambahkan, sebenarnya sabun dan detergen juga bisa membunuhnya karena virus ini tergolong relatif mudah untuk dibunuh.
Sebab itu, Chandra menyarankan penggunaan disinfektan, seperti pada bilik disinfektan, sebaiknya hanya untuk permukaan benda mati, bukan untuk tubuh. "Karena jika dipakai di bilik (dan disemprotkan ke tubuh), akan berdampak pada mata, kulit, dan pernapasan. Apalagi tak menggunakan dosis yang aman. Jadi, intinya, saya tidak menyarankan untuk tubuh," ujar dia.
Chandra juga meminta agar penyedia bilik memberitahukan komposisi bahannya, berapa konsentrasinya, dan bagaimana keamanannya. "Ini harus mereka infokan.”
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun tak menyarankan penggunaan alkohol dan klorin ke seluruh tubuh karena akan membahayakan membran mukosa tubuh, seperti mata dan mulut.
Penelitian yang dipublikasikan dalam JAMA Network Open pada Oktober 2019 menunjukkan bahwa 73.262 perawat wanita yang rutin menggunakan disinfektan untuk membersihkan permukaan alat-alat medis berisiko lebih tinggi mengalami kerusakan paru-paru kronis.
Selain itu, inhalasi gas klorin (Cl2) dan klorin dioksida (ClO2) dapat mengakibatkan iritasi parah pada saluran pernapasan. Penggunaan larutan hipoklorit pada konsentrasi rendah secara terus-menerus dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan iritasi dan kerusakan pada kulit.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ari Fahrial Syam mengatakan, menyemprotkan alkohol atau klorin tidak akan menghilangkan virus yang sudah masuk ke tubuh. "Sebaiknya bahan ini digunakan untuk membersihkan permukaan peralatan rumah tangga atau kantor saja," kata dia.
Ari melanjutkan penggunaan disinfektan secara langsung ke tubuh tak efektif. Sebab, jika terhirup atau terkena mata, disinfektan tersebut dapat menimbulkan masalah kesehatan dalam jangka panjang. "Rekomendasi WHO, disinfektan digunakan untuk kebersihan lingkungan, bukan disinfeksi pada orang secara langsung."
Penyemprotan disinfektan yang terlalu sering juga bisa menyebabkan pencemaran lingkungan. "Yang penting adalah jaga jarak fisik dan menghindari kontak dengan orang yang demam, batuk, atau pilek tanpa menggunakan masker," kata Ari.
AFRILIA SURYANIS | ANWAR SISWADI