CANTIKA.COM, Jakarta - Setelah masyarakat dihebohkan dengan tagihan listrik yang melonjak selama pandemi Covid-19, PT PLN (Persero) berencana mengganti meter kWh analog dengan smart meter atau meteran pintar yang menggunakan teknologi digital.
Vice President Public Relations PLN, Arsyadany Ghana Akmalaputri, mengatakan akan mengkonversi meter kWh analog yang dipasang pada 79 juta pelanggan dengan smart meter. "Kami akan lakukan secara bertahap, estimasi waktu penyelesaian hingga 7 tahun," kata dia. Smart meter menjadi pilihan lantaran menawarkan banyak keuntungan.
Dengan meteran pintar, PLN tak perlu lagi membaca meter kWh secara manual atau oleh tenaga pemeriksa. Sebagai gantinya, data penggunaan listrik dapat diakses oleh PLN dan pelanggan secara real time sehingga mengurangi potensi sengketa.
Keuntungan lainnya, kata Arsya, pelanggan listrik prabayar dapat menikmati kemudahan saat mengisi token listrik. Pelanggan tak perlu lagi memasukkan nomor token ke dalam unit meter kWh karena data akan dibuat terintegrasi dengan sistem digital.
Pemasangan smart meter menjadi salah satu solusi, setelah PLN dipersoalkan oleh sejumlah pelanggan rumah tangga akibat tagihan listrik yang dinilai tak wajar. Akurasi PLN, yang menghitung tagihan listrik pada Maret sampai Mei 2020 dengan skema rata-rata bulanan, diragukan. PLN berdalih terpaksa menggunakan skema tersebut lantaran tak bisa mengirim petugas pencatat karena terhambat pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyatakan penggunaan alat ukur listrik jenis smart meter memberikan banyak keuntungan, baik bagi PLN maupun konsumen. Menurut dia, nilai investasi yang tinggi sepadan dengan efisiensi yang dihasilkan alat ukur 'pintar' berbasis teknologi digital itu.
Fabby menuturkan smart meter dicap 'pintar' lantaran bisa menghitung data penggunaan listrik secara real time. Data tersebut juga dapat dimanfaatkan PLN untuk memetakan profil penggunaan energi oleh pelanggan. "PLN bisa mengoptimalkan pasokan dengan mengatur operasional pembangkit listrik," kata dia.
Menurut Fabby, PLN selama ini menentukan pengoperasian pembangkit listrik berdasarkan perkiraan beban. Jika data smart meter dari jutaan pelanggan dapat dianalisis, PLN dapat mengetahui kebutuhan pasti listrik pada waktu tertentu sehingga pasokan dapat dibatasi dan menghemat bahan bakar untuk pembangkit.
Dengan data real time, gangguan layanan juga bisa segera terdeteksi. Dari sisi pelanggan, Fabby meyakini tak akan ada lagi sengketa seperti saat PLN menerapkan perhitungan meter rata-rata pada tagihan April dan Mei 2020. Sebab, data smart meter dapat diakses pelanggan melalui aplikasi online.
Belajar dari pengalaman di Amerika, penggunaan smart meter mampu memicu perubahan sistem tarif listrik. Di negara tersebut, penggunaan listrik di luar beban puncak konsumen jauh lebih murah. Pelanggan menyambungkan peralatan elektronik rumahnya dengan sistem otomatis untuk beroperasi pada periode tersebut agar lebih hemat. Dampaknya, PLN tak perlu membangun pembangkit listrik secara masif dan bisa menghemat modal.