Rini Sugianto Berbagi Kiat Menjadi Animator Profesional

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Yunia Pratiwi

google-image
Animator Indonesia Rini Sugianto yang terlibat dalam beberapa film kelas dunia, salah satunya Ready Player One yang masuk nominasi Piala Oscar 2019. Kredit: Istimewa

Animator Indonesia Rini Sugianto yang terlibat dalam beberapa film kelas dunia, salah satunya Ready Player One yang masuk nominasi Piala Oscar 2019. Kredit: Istimewa

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Ada sejumlah animator Indonesia yang berperan dalam beberapa film animasi dunia. Misalnya Griselda Sastrawinata yang ikut memproduksi "Moana dan "Frozen 2", Ronny Gani pada "The Avengers" dan "Avengers: Infinity War", hingga Rini Sugianto yang ikut dalam proyek film "The Adventures of Tintin: The Secret of Unicorn" dan "Missing Link".

Rini Sugianto mengatakan saat ini sudah mulai banyak animator muda Indonesia yang
ikut terlibat dalam proyek film sci-fi maupun film animasi internasional. "Animator Indonesia sudah lumayan banyak jika dibandingkan zaman saya dulu ketika baru
memulai," kata Rini melalui webinar Komunitas Tintin Indonesia, Sabtu, 25 Juli 2020.

Meskipun secara kuantitas telah bertambah, animator yang kini tinggal di California, Amerika Serikat itu mengatakan, animator Indonesia masih belum sebanyak animator negara Asia lainnya yang berkarir profesional di dunia animasi. "Hanya saja, kalau dibandingkan negara lain, (Indonesia) masih sedikit. Animator dari Korea, India, China, dan Jepang juga sangat banyak," ujar Rini.

Rini tak menyangkal bahwa kompetisi di dunia animasi, bisa dibilang cukup berat. Terlebih, setiap negara atau negara bagian memiliki standar dan jenjang karir yang berbeda-beda untuk bidang animasi ini. "Sangat kompetitif. Kompetisinya tinggi sekali, terutama untuk masuk studio besar, itu susah sekali. Banyak yang bagus, junior animator yang bagus pun banyak," kata dia.

Meski begitu, menurut Rini Sugianto peluang untuk meniti karir sebagai animator profesional di kancah internasional bukanlah hal yang mustahil. Berdasarkan pengalamannya di Amerika Serikat, ia menilai bahwa studio maupun pencari
animator di negara tersebut tak mempermasalahkan dari mana animator tersebut menempuh pendidikan, asalkan memiliki portofolio yang baik.

"Di US, kita tidak lihat animator itu lulusan mana, yang dilihat semua hasil kerjaan atau portofolio. Mau lulusan SMA, kalau portofolionya bagus, ya dia yang di-hire," kata Rini. "Tips yang paling utama, taruh kerjaan yang paling bagus di portofolio kita. Misalnya selama belajar animasi bikin 10 klip, dan yang menurut kita paling bagus hanya dua klip saja, ya itu yang dimasukkan. Kita di-judge berdasarkan karya yang paling jelek. Jadi kasih dua karya terbaik. Biarpun (berdurasi) pendek tidak apa-apa, daripada (berdurasi) panjang namun tidak bagus."

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."