CANTIKA.COM, Jakarta - Penikmat mode banyak yang menerka koleksi Dior Cruise 2021 menggunakan kain batik Indonesia. Tapi, rupanya direktur kreatif Dior, Maria Grazia Chiuri, mengangkat nilai dari kain tradisional Afrika yang ia namai "wax fabric". Hal itu cukup familiar bagi masyarakat Indonesia, mengingat kain motif dari Togo, Afrika, ini juga dibuat dengan menggunakan lilin, seperti layaknya batik tulis.
Menurut perancang busana Indonesia, Musa Widyatmodjo, terdapat banyak kain tradisional di beberapa negara yang menggunakan teknik yang hampir sama seperti batik tulis.
"'Batik' Afrika, pada saat Dior membawa itu, orang-orang menyebut bahwa itu batik Indonesia, padahal bukan," ujar Musa melalui siaran Instagram pada Sabtu, 1 Agustus 2020.
"Wax printing di Afrika, prosesnya sama dengan batik, dan terjadi di mana-mana, bukan cuma Indonesia. Mereka mampu menciptakan motif-motif yang 'aneh' dan unik, lalu menjadi trademark dan identitas mereka," jelasnya.
Ia kemudian mencoba menjabarkan bagaimana kain asal Togo tersebut bisa menarik perhatian rumah mode dunia seperti Dior dan membawa nilainya ke koleksi tahunan mereka.
Baca Juga:
"(Pegiat kain wax printing) Afrika bisa membuat 'batik' itu menjadi usaha yang sangat berkembang secara industri. Hal ini yang menjadi jaminan utama untuk rumah mode seperti Dior untuk mengangkat dan memproduksi (kain) tersebut dan keduanya menjadi hubungan bisnis yang menarik," ungkap Musa.
Dikutip dari laman Prestige, desainer Chiuri bekerja dengan pabrik dan studio Uniwax di Pantai Gading, salah satu pabrik terakhir yang memproduksi kain wax fabric melalui teknik artisanal mekanis. Inti dari seni ini melindungi warisan kreatif dan budaya Afrika.
Ada kisah belakang yang luar biasa untuk kain ini. Motif dan cara mencetaknya sangat kompleks. Setidaknya terdapat sekitar 20 langkah untuk membuat satu kain.