CANTIKA.COM, Jakarta - Dalam film dokumenter terbarunya, This Is Paris, yang tayang perdana di YouTube Paris Hilton pada 14 September 2020, Paris Hilton mengungkap pelecehan yang dialaminya saat remaja. Pengakuan tersebut merupakan untuk kali pertamanya. Peristiwa itu terjadi saat ia di sekolah asrama pada dua dekade atau 20 tahun silam.
“Saya mengubur kebenaran saya begitu lama,” ujar aktris berusia 39 tahun itu kepada laman People secara eksklusif tentang rasa sakit mental, emosional, dan fisik yang dialami saat berada di Provo Canyon School di akhir tahun 90-an.
“Tapi saya bangga menjadi wanita kuat. Orang mungkin menganggap segala sesuatu dalam hidup saya mudah bagi saya, tetapi saya ingin menunjukkan kepada dunia siapa saya sebenarnya,” jelasnya.
Bertahun-tahun sebelum menjadi bintang di The Simple Life pada tahun 2003, Paris Hilton adalah seorang remaja yang tinggal di Waldorf Astoria Hotel yang terkenal di New York, Amerika Serikat. Ia tinggal bersama orang tuanya, Rick dan Kathy Hilton, beserta ketiga adiknya: Nicky, Barron, dan Conrad Hilton. Keistimewaan hidup di kota besar tak lepas dari godaan dan masalah.
“Sangat mudah untuk menyelinap keluar dan pergi ke klub dan pesta,” kenang Hilton. “Orang tua saya sangat ketat sehingga membuat saya ingin memberontak. Mereka akan [menghukum saya] dengan mengambil ponsel saya, mengambil kartu kredit saya, tetapi tidak berhasil. Saya masih akan keluar sendiri," ujarnya.
Akhirnya, menurut Paris Hilton, orang tuanya sudah muak dan membuat keputusan untuk mengirim putri mereka yang saat itu berusia 17 tahun ke serangkaian sekolah asrama yang disebut fokus pada perkembangan perilaku dan mental, yaitu Provo Canyon School, di mana Hilton akan tinggal selama 11 bulan.
Namun segera setelah tiba di sana, Paris sudah mengetahui bahwa kondisinya akan jauh lebih buruk daripada di mana pun. Ia mengalami pelecehan verbal dan fisik setiap hari.
Paris Hilton mengatakan staf asrama mengatakan hal-hal yang buruk tentang dirinya secara terus menerus dan menggertak. “Saya pikir itu adalah tujuan mereka untuk menghancurkan kami. Dan mereka menganiaya secara fisik, memukul dan mencekik kami. Mereka ingin menanamkan rasa takut pada anak-anak jadi kami akan terlalu takut untuk tidak mematuhi mereka," ungkapnya.
Tiga dari mantan teman sekelas remaja Hilton juga muncul dalam film dokumenter tersebut, membuat tuduhan serupa tentang Provo Canyon School, termasuk bahwa mereka sering dipaksa minum obat dan ditahan dengan pengekangan sebagai hukuman. Ketakutan akan pelecehan yang berkelanjutan mulai mempengaruhi remaja yang awalnya penuh semangat.
"Saya mengalami serangan panik dan menangis setiap hari,” tutur Paris Hilton. “Saya sangat sedih. Saya merasa seperti seorang tahanan dan saya membenci kehidupan."
Saat itu, sahabat Kim Kardashian ini juga tak bisa bercerita kepada orang tuanya. “Saya tidak benar-benar bisa berbicara dengan keluarga saya,” kata Hilton.
“Mungkin setiap dua atau tiga bulan sekali. Kami terputus dari dunia luar. Dan ketika saya mencoba memberi tahu mereka sekali, saya mendapat begitu banyak masalah sehingga saya takut untuk mengatakannya lagi. Mereka akan mengambil telepon atau merobek surat yang saya tulis untuk mengatakan kepada saya, 'Tidak ada yang akan mempercayai Anda.' Dan staf akan memberi tahu orang tua bahwa anak-anak itu berbohong. Jadi orang tua saya tidak tahu apa yang sedang terjadi."
Akhirnya, ketika berusia 18 tahun pada tahun 1999, Paris Hilton meninggalkan sekolah dan kembali ke New York. Ia tetap takut untuk mengungkapkan pelecehan yang dialaminya kepada siapa pun.
“Saya sangat bersyukur bisa keluar dari sana, saya bahkan tidak ingin membahasnya lagi,” papar Hilton. "Itu hanya sesuatu yang membuatku malu dan aku tidak ingin membicarakannya."
Saat ia memutuskan untuk mengungkapnya saat ini, ia merasa terbuka tentang trauma masa lalunya dan berharap move on.
"Rasanya mimpi burukku sudah berakhir," katanya. “Dan saya akan menonton film dengan orang tua saya - saya pikir itu akan baik untuk kita, tapi juga emosional. Tidak ada lagi rahasia. "
Paris Hilton mengatakan tidak memiliki rencana apa pun untuk membawa masalahnya ke ranah hukum. Ia hanya ingin meningkatkan kesadaran tentang apa yang disebut sekolah peningkatan perilaku lainnya yang menurutnya masih menerapkan jenis pelecehan fisik dan verbal seperti yang dialaminya begitu lama.
“Saya ingin tempat-tempat itu ditutup,” kata Hilton. “Saya ingin mereka dimintai pertanggungjawaban. Dan saya ingin menjadi suara bagi anak-anak dan orang dewasa di mana pun yang memiliki pengalaman serupa. Saya ingin hal ini berhenti untuk selamanya dan saya akan melakukan apa pun yang saya bisa untuk mewujudkannya," pungkasnya.
NIA PRATIWI