CANTIKA.COM, Jakarta - Tamparan atau pukulan mungkin terlihat efektif secara instan. Jika seorang anak berperilaku tidak baik, seperti mengumpat atau bermain korek api, dan kemudian Anda memukulnya, perilaku itu segera berhenti. Namun tahukah bahwa tindakan memukul anak akan terus dikenang oleh mereka dan bisa memberikan efek jangka panjang.
Pengalaman hidup cenderung memberikan dampak secara psikologis. Salah satu dari sedikit kenangan yang terus disimpan banyak orang sejak kanak-kanak adalah momen saat mereka dipukul.
Mengapa orang tua memilih untuk memukul anak?
Dalam kebanyakan kasus, orang tua terpaksa memilih metode ini setelah segala cara tak bisa membuat anak mengerti. Sayang, seiring waktu, memukul bisa menjadi kebiasaan setiap orang tua melihat anak mereka melakukan kesalahan. Para orangtua lantas melihat tindakan mendisiplinkan anak lewat aksi fisik memudahkan mereka. Beberapa mungkin memukul anak mereka karena takut atau marah.
Pukulan bagi anak memiliki sederet dampak yang bisa mempengaruhi mental mereka. Berikut tiga dampak anak yang sering dipukul.
Anak akan lebih agresif, bahkan hingga dewasa
Sebuah meta-analisis pada 2002 dari 27 studi lintas periode waktu, negara, dan usia menemukan bahwa anak-anak yang dipukul secara teratur lebih cenderung menjadi agresif, bahkan hingga mereka mencapai usia dewasa. Benih-benih kemarahan juga akan tertanam pada anak Anda. Hasilnya, anak Anda akan memiliki masalah emosional saat tumbuh dewasa.
Anak akan mengalami masalah terkait kesehatan mental
Studi yang dilakukan Christina M. Rodriguez terkait efek pendisiplinan dan kekerasan pada anak (Journal of Marriage and Family, 2013) menyebutkan bahwa mereka yang sering dipukul berisiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan mental, mulai dari kecemasan hingga depresi. Mereka juga rentan terhadap penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan.
Anak bisa mengalami penurunan kemampuan kognitif pada usia dini
Studi yang dimulai pada awal 1960-an menunjukkan hubungan antara hukuman fisik dan penurunan kemampuan kognitif pada anak usia dini. Sementara studi lain dari tahun 2009 yang meneliti dua kelompok anak-anak dalam National Longitudinal Study of Youth (NLSY) menemukan bahwa anak-anak dari ibu yang menggunakan hanya sedikit atau tanpa hukuman fisik sama sekali memperoleh kemampuan kognitif lebih baik daripada anak-anak yang dipukul.
Margolin dkk. (2010) menemukan bahwa anak-anak yang dipukul berisiko lebih tinggi mengalami kegagalan akademik di kelas lima. Penelitian lain yang dilakukan MacKenzie dkk. (2013) menunjukkan bahwa anak yang sering dipukul saat berusia lima tahun oleh ayahnya, memiliki skor kosakata yang rendah di usia sembilan tahun.
Alih-alih menghukum dengan memukul anak, para orangtua bisa memilih cara lain yang punya dampak positif, seperti membaca. Tapi perlu diingat, sebagian ahli menyebut alternatif hukuman selain memukul juga punya dampak panjang terkait perilaku dan perkembangan emosional. Terlepas dari itu, tren global kini mengarah pada penentangan penggunaan hukuman fisik untuk anak-anak.
Baca juga: Kiat Agar Anak Belajar Jujur, Mulai dari Kebiasaan Keluarga