CANTIKA.COM, Jakarta - Nissa Sabyan dituduh menjadi orang ketiga dalam rumah tangga rekan satu bandnya, Ayus Sabyan yang merupakan keyboardist sekaligus pendiri grup Sabyan Gambus. Kabar ini pertama kali terkuak melalui unggahan akun Instagram gosip @mak_nyinyir.
Unggahan ini memperlihatkan tangkapan layar DM dari seseorang yang mengaku sebagai sepupu dari istri Ayus. Ia membeberkan bahwa Ayus berselingkuh dengan Nissa sejak beberapa tahun lalu. Sementara istri Ayus, yakni Ririe Fairus disebut telah berusaha menutupi perselingkuhan suaminya, tapi kini ia telah mantap untuk menggugat perceraian.
Mudah ditebak, berita perselingkuhan ini kemudian menjadi viral. Unggahan foto terakhir Nissa di Instagram pun dihujani komentar pedas dan hujatan. Sejumlah media pun menyematkan label "pelakor" untuk gadis berusia 21 tahun itu. Konten-konten bertema “pelakor” yang menampilkan foto ataupun video Sabyan turut meramaikan media sosial TikTok.
Kapan kita mulai menggunakan istilah “pelakor”?
Sejumlah artikel menyebut istilah "pelakor" mulai populer digunakan sejak kisah asmara Mayangsari dan Bambang Trihatmojo terkuak pada 2005 silam. Kala itu, Mayangsari disebut sebagai orang ketiga dalam rumah tangga Bambang Trihatmojo dan Halimah, sebelum akhirnya mereka bercerai pada 2006.
Selanjutnya kata ini muncul kembali dalam kasus-kasus perselingkuhan lain yang terkuak secara publik. Mulai dari kasus Jenniffer Dunn dengan Faisal Harris, Mulan Jameela dengan Ahmad Dhani, hingga Mieke Amalia dengan Tora Sudiro.
Istilah pelakor kembali ramai ketika di tahun 2018 video Bu Dendy viral di jagat maya. Video ini menampilkan sosok perempuan dengan panggilan Bu Dendy tengah melempar uang kepada perempuan bernama Nila Nilala yang dituduh sebagai selingkuhan suaminya.
Siapa yang rentan dilabeli sebagai pelakor?
Konselor dan terapis dari Biro Konsultasi Psikologi Westaria, Anggia Chrisanti seperti yang dilansir dari Tempo.co mengatakan beberapa hal yang membuat seseorang rentan dan dengan mudahnya dicap sebagai pelakor. Berikut ini rinciannya:
1. Diduga memiliki kedekatan spesial dengan pasangan, khususnya suami, orang lain, baik terkait pekerjaan maupun tidak.
2. Banyak ditemukan bukti dan saksi kebersamaan, bahkan di luar kepentingan pekerjaan.
3. Bukti pembicaraan melalui telepon atau chatting yang dianggap tidak biasa. Misalnya, terlalu sering dan atau dengan bahasa atau panggilan yang dianggap tidak biasa, dan atau dengan konten yang tidak seharusnya, terlalu perhatian atau terlalu vulgar.
4. Ditemukan beberapa pemberian barang, baik barang sungguhan maupun bukti transfer uang dalam jumlah dan intensitas yang tidak biasa.
5. Kedekatan berbanding lurus dengan munculnya informasi keretakan rumah tangga seseorang yang sedang dekat dengan orang tersebut. Terlebih jika sampai-sampai berpisah.
Menggunakan istilah pelakor adalah bukti bahwa kita berpikir timpang
Peneliti linguistik Nelly Martin-Anatias, dalam artikel yang dirilis The Conversation, menulis ada ketimpangan dalam penggunaan istilah pelakor karena menempatkan perempuan sebagai “perebut”, seorang pelaku yang aktif dalam kegiatan perselingkuhan, dan menempatkan sang laki-laki seolah sebagai pelaku yang tidak berdaya.
“Secara sosiolinguistik, istilah ini sangat berpihak pada laki-laki, karena seringkali muncul dalam wacana keseharian tanpa istilah pendamping untuk laki-laki dalam hubungan tersebut. Dalam kebanyakan tulisan yang saya telusuri untuk pencarian data mengenai peredaran istilah pelakor, secara umum ia digunakan sendiri, atau sang laki-laki secara terang-terangan absen dalam cerita tersebut,” tulisnya.
Sebelum kata pelakor populer digunakan ada istilah lain yang punya nuansa netral untuk digunakan sebagai predikat orang yang berselingkuh, seperti orang ketiga atau selingkuhan. Sementara Nelly menyebut istilah Wanita Idaman Lain (WIL) masih jauh lebih netral karena menyiratkan “kesertaan” lelaki dalam wacana perselingkuhan.
Di akhir artikelnya Nelly menyimpulkan alasan istilah pelakor ramai digunakan masyarakat.
"Bisa jadi alasan hadirnya istilah pelakor hanya karena beberapa dari kita merasakan kebutuhan yang kuat untuk menghakimi orang lain, dan secara tidak adil pula," tulisnya.
Kasus perselingkuhan, terutama yang melibatkan selebritas, memang akan selalu menarik khalayak. Perbincangan soal Nissa Sabyan dan Ayus mungkin akan bertahan sampai beberapa pekan ke depan. Sementara istilah "pelakor" tampaknya juga masih akan meramaikan lini masa media sosial.
Baca juga: Pelakor dan Pebinor Bukan Sebab Utama Perceraian, Ada 4 Pemicunya