CANTIKA.COM, Jakarta - Kartini tak hanya peduli pada pendidikan perempuan di masa penjajahan Hindia Belanda. Tokoh pergerakan nasional itu juga memperhatikan nasib para perajin ukir khas Jepara yang hidupnya jauh dari sejahtera di masa itu. Ini semua karena harga kerajinan bernilai seni itu hampir tak dihargai. Karya perajin dijual dengan harga murah, tak sebanding dengan jerih payah mereka.
Perempuan kelahiran 21 April 1879, yang setiap tahun diperingati sebagai Hari Kartini, itu menganggap itu tidak adil. Dia pun mencari jalan untuk membantu para perajin itu hidup lebih sejahtera dari karyanya.
Langkah pertama yang dia lakukan adalah menghubungi sahabat-sahabat Belandanya di Batavia dan Semarang. Dia juga menjalin hubungan dengan Oost en West, perkumpulan yang membantu menghidupkan kerajinan tangan di Hindia Belanda. Perkumpulan ini beberapa kali menggelar pameran kerajinan tangan rakyat Hindia Belanda yang menarik perhatian publik di Nederland. Dia ingin ukiran Jepara mendunia.
Para perajin ukiran kayu khas Jepara saat itu tinggal di Kampung Belakanggunung, Mulyoharjo, yang berjarak sekitar dua kilometer utara pusat Kota Jepara.
Setelah membuka jarigan dengan Oost en West, Kartini memanggil para perajin, di antaranya Singowiryo, perajin ukiran terkenal waktu itu, untuk menghadap ke kabupaten. Mereka diberi tugas membuat aneka furnitur, dari tempat rokok, tempat jahitan, hingga meja kecil.
Baca juga: Misteri Kematian Kartini dan Desas-desus yang Tak Pernah Terbukti
Lewat Oost en West, barang-barang itu dijual Kartini ke Semarang, Batavia, dan Belanda. Ternyata ukiran itu terjual dengan harga yang jauh lebih mahal dibanding di Jepara. Uang hasil penjualan langsung diberikan kepada perajin, setelah dipotong ongkos kirim.
Jalan pun mulai terbuka. Pesanan mulai membanjir dari mana-mana. Tapi Kartini belum puas. Dia ingin ukiran Jepara lebih dikenal.
Dia lalu membuat desain ukiran dengan motif lung-lungan (rangkaian) bunga dan macan kurung. Ternyata desain itu sangat diminati di luar Jepara, seperti Semarang dan Batavia. Karya itu mengalami kejayaan hingga sekitar seabad sejak didesain Kartini pada 1903, dibuat secara turun-temurun oleh keluarga Singowirjo.
Selain perajin ukir, Kartini memperhatikan nasib perajin emas dan tenun. Seperti pada ukiran Jepara, putri Bupati Jepara Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat itu juga berupaya meningkatkan perekonomian mereka dengan meningkatkan kualitas dan pemasaran produk.
Dalam sebuah surat kepada sahabat penanya, Nyonya Abendanon, Kartini menulis, "Menggembirakan sekali, sekarang sudah ada tiga cabang kerajinan tangan di daerah saya yang mulai hidup kembali dan kami masih mencari lagi apa yang dapat dihidupkan kembali."
MAJALAH TEMPO