CANTIKA.COM, Jakarta - Belakangan ini beredar informasi terkait dengan adanya penyalahgunaan alat tes usap (swab) dengan cara mencuci ulang alat tersebut untuk digunakan kembali dalam pemeriksaan swab. Kondisi ini patut diwaspadai oleh masyarakat.
Salah satu caranya kita jeli dalam mengidentifikasi penggunaan alat swab yang baru atau bekas beserta cara penggunaan alat swab yang baik dan benar.
Ahli Patologi Klinik Laboratorium Primaya Hospital Karawang yang juga merupakan lulusan Universitas Diponegoro Semarang, dokter Hadian Widyatmojo, Sp.PK, mengimbau agar sebelum melakukan swab, baik antigen maupun PCR, masyarakat perlu memastikan bahwa alat swab yang digunakan masih berada di dalam kemasan dan tersegel.
Masyarakat dapat meminta petugas swab untuk memperlihatkan bahwa alat swab masih baru di dalam kemasan dan dibuka di depan pasien. Petugas juga akan menanyakan ulang nama pasien sebelum melakukan pemeriksaan untuk menghindari kesalahan identitas pasien.
"Anda bisa mencurigai jika tidak melihat alat swab tersebut dibuka dari tempatnya di depan Anda," ujar dr. Hadian melalui keterangannya, Sabtu, 1 Mei 2021.
Dokter Spesialis Patologi Klinik Primaya Hospital Bekasi Barat, Dwi Fajaryani, Sp.PK, menambahkan, sebelum dilakukan pemeriksaan, petugas perlu menunjukkan kepada pasien bahwa alat masih dalam kemasan sebelum dipakai.
"Petugas akan membuka bungkus plastiknya sesaat sebelum tindakan swab untuk menjaga agar alat tersebut tetap steril dan mencegah kontaminan," ujar dr. Dwi.
Ia juga mengatakan bahwa tidak diperkenankan masyarakat umum untuk membeli alat swab sendiri karena penggunaan alat swab harus dilakukan dan dalam pengawasan tenaga medis ahli.
Sekali pakai
Dokter Spesialis Patologi Klinik Primaya Hospital Makassar, Selvi Josten, Sp.PK, mengatakan bahwa seluruh alat tes usap tidak dapat digunakan kembali. Alat tersebut merupakan alat sekali pakai dan dibuang setelah digunakan.
“Penggunaan reusable alat swab sangat berisiko tinggi pada kesehatan dan penyebaran infeksi virus Covid-19 kepada pasien lainnya. Pastikan alat swab tersebut masih baru dan perhatikan perlekatan kemasannya harus dalam keadaan sempurna seperti dari pabrik (bukan memakai lem atau double tape),” ujar dokter Selvi.
Selain ditunjukkan alat usap yang tersegel di dalam kemasan, dokter Selvi mengatakan masyarakat juga dapat memperhatikan indikasi-indikasi lain untuk mendeteksi apakah alat swab tersebut adalah alat swab baru atau bekas seperti permukaan swab stik berwarna putih bersih, masih mulus atau tidak kelihatan bergerigi, dan tidak beraroma.
Selama pengambilanya betul dan aman serta menggunakan alat yang direkomendasi dan memiliki izin edar, maka hasil pemeriksaan swab tersebut bisa dipertanggungjawabkan.
Masyarakat bisa menanyakan izin edar tersebut pada faskes (fasilitas kesehatan) terkait merek atau tanggal kedaluwarsa alat yang digunakan. Umumnya sebuah alat swab bisa bertahan bertahun-tahun dari masa produksinya.
"Alat swab Ag harus mempunyai Nomor Ijin Edar (NIE) dari Kementerian Kesehatan. Pasien dapat meminta petugas untuk diperlihatkan Sertifikat NIE dari Vendor Alat," jelasnya.
Dokter Selvi melanjutkan bahwa selama pemeriksaan swab antigen atau PCR dilakukan oleh petugas yang telah terlatih, maka hasil pemeriksaan dapat dipertanggungjawabkan karena para petugas telah memiliki sertifikat pelatihan.
Keakuratan hasil dapat diperoleh dari laboratorium yang terstandarisasi dan didukung oleh tenaga terampil serta terlatih. Di samping itu, terdapat Dokter Spesialis Patologi Klinik sebagai penanggung jawab hasil pemeriksaan swab, baik antigen maupun PCR,.
“Penggunaan alat swab harus dilakukan oleh tenaga terlatih dari laboratorium yang terstandar. Terdapat teknik dan perlakuan khusus mulai saat persiapan, pemeriksaan, hingga pengelolaan limbah infeksius,” ujar dr. Selvi.
Ada pun penggunaan alat swab yang tepat yaitu dengan cara memasukkan ke rongga hidung sampai batas nasofaring, ke rongga mulut sampai batas oropharings, lalu diusap bolak balik dengan stik swab. Ia mengingatkan penggunaan alat tes usap yang tidak tepat bisa menyebabkan komplikasi berbahaya termasuk perdarahan hidung.
Baca juga: Vaksin Covid-19 Saat Puasa, Dokter: Aman