CANTIKA.COM, Jakarta - Maraknya kasus positif COVID-19 pada anak-anak menjadi salah satu hal yang menuntut perhatian lebih bagi orang tua. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), sebanyak 12,5 persen dari kasus positif COVID-19 Indonesia merupakan anak usia 0-18 tahun, dengan 3-5 persen dari anak yang positif COVID-19 meninggal dunia dan 50 persen diantaranya adalah balita. Indonesia pun tergolong salah satu negara yang mencatat tingkat kematian anak akibat COVID-19 tertinggi di dunia. Lonjakan angka ini ditengarai diakibatkan oleh masuknya varian Delta ke Indonesia.
Tentunya data-data tersebut membuat para orang tua khawatir atas keselamatan si kecil, ditambah mereka yang di bawah 18 tahun belum dapat menerima vaksin COVID-19. Pertama, mari kita mulai dengan mengenal dampak varian Delta ini pada anak-anak.
Pada Mei 2021, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan bahwa varian delta atau B1.617.2 yang pertama kali ditemukan di India sebagai varian of concern (VOC) dari sebelumnya hanya berstatus varian of interest (VOI). Artinya, varian tersebut termasuk jenis virus corona yang mengkhawatirkan karena lebih mudah menular. Berdasarkan gejala yang diamati pada pasien di India, varian ini menyebabkan gejala ringan hingga berat, mulai dari mual hingga pembekuan darah.
Lantas apakah benar anak-anak dideteksi lebih rentan terkena varian baru ini?
Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng M Faqih, mengatakan bahwa potensi bahaya dari virus corona jenis delta ini sangat tinggi. Ia juga menyebut jika jenis ini justru banyak menyerang anak-anak muda. Bahkan, serangan yang terjadi dapat langsung menimbulkan dampak dengan gejala berat, dimana saat alami gejala berat, tingkat kesembuhannya pun menjadi lebih kecil.
Lebih lanjut, vaksinasi masih menjadi salah satu upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh para orang tua untuk menghindari paparan COVID-19 pada anak - anak. Chief of Medical Halodoc, Irwan Heriyanto mengatakan salah satu bentuk perlindungan yang terampuh saat ini adalah dengan melindungi orang dewasa di lingkungan anak-anak dengan vaksinasi COVID-19. Saat ini, Pemerintah DKI Jakarta juga telah memperbolehkan semua masyarakat yang berdomisili maupun bekerja di Jakarta untuk mendapatkan vaksin. Sebagai platform layanan kesehatan, Halodoc juga terus berupaya membantu pemerintah mempercepat vaksinasi dengan memperluas layanan vaksinasi yang dapat diakses melalui aplikasi Halodoc. "Kami juga terus menggalakkan edukasi secara intensif terkait dengan COVID-19 pada anak, mulai dari gejala secara medis, tips pencegahan, hingga penanganan pertamanya,” kata Irwan dalam keterangan pers pada 28 Juni 2021.
Tentunya khawatir menjadi hal yang wajar, namun jangan sampai membuat orang tua menjadi cemas berlebih. Terus perbanyak informasi terpercaya untuk pencegahan supaya tetap tenang dan bijak dalam memproteksi anak dari bahaya COVID-19. Ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk memberikan perlindungan tambahan bagi buah hati di rumah:
1. Membatasi anak untuk melakukan aktivitas di luar rumah dan menghindari kerumunan di ruang publik.
Jika terpaksa membawa anak keluar rumah, anak 2-18 tahun wajib menggunakan masker dan menerapkan jarak fisik 2 meter dengan orang-orang lainnya. Jika memungkinkan, kenakan face shield sebagai bentuk perlindungan maksimal.
2. Berikan pengertian kepada anak untuk tidak terlalu sering memegang mulut, mata, dan hidung. Jika baru pulang dari luar rumah, segera mandi dan bersihkan barang-barang.
3. Jauhkan anggota keluarga yang sakit dari anak, bila perlu lakukan isolasi pada anak untuk menjauhkan diri dari kerabat yang sedang sakit tersebut dan menghindari risiko paparan penyakit.
Bagi setiap orang tua, kesehatan anak tentu menjadi prioritas. Selain ancaman penyebaran COVID-19, anak - anak juga masih rentan terpapar penyakit lainnya yang membuat orang tua harus berkonsultasi dengan dokter. Namun tentu opsi berkunjung ke rumah sakit saat ini harus dibatasi, terlebih dengan membawa anak - anak. Kehadiran telehealth telah menjadi solusi bagi masyarakat saat ini, termasuk para orang tua yang ingin berkonsultasi dengan dokter dan memberikan penanganan pertama bagi buah hati.
Selain menantang bagi para orang tua, pembatasan aktivitas fisik dapat berpengaruh pada kesehatan mental anak. “Saat ini, para orang tua juga dituntut untuk dapat mengenali tanda ketika sang anak mengalami tekanan emosional karena pandemi. Sebab, kesehatan mental pada anak masih kerap terabaikan karena gejalanya yang tidak mudah untuk dikenali. Sebagai orang tua, kita bisa mulai mengajak anak untuk berbicara tentang apa yang mereka rasakan untuk membantu menjaga kesehatan mental mereka,” kata Irwan.
Berikut setidaknya ada 7 tanda stres pada anak yang patut dikenali orang tua di tengah pandemi ini:
1. Rewel dan lekas marah, lebih mudah terkejut dan menangis, dan lebih sulit untuk dihibur
2. Tertidur dan lebih sering terbangun di malam hari
3. Kecemasan perpisahan, tampak lebih melekat, menarik diri, atau ragu-ragu untuk mengeksplorasi
4. Memukul, frustrasi, menggigit, dan amukan yang lebih sering atau intens
5. Hilangnya minat pada aktivitas yang sebelumnya dinikmati
6. Perubahan nafsu makan, berat badan atau pola makan, seperti tidak pernah lapar atau makan sepanjang waktu
7. Masalah dengan memori, pemikiran, atau konsentrasi
Beradaptasi dengan perubahan situasi selama pandemi serta bertugas memberikan perlindungan lebih bukan hal yang mudah bagi orang tua.
Baca: Yuni Shara Temani Anak Nonton Film Porno, Ini Penjelasan Ahli