CANTIKA.COM, Jakarta - Peneliti Kesehatan Mental dalam Pencegahan Bunuh Diri dan pendiri Emotional Health for All, Dr. Sandersan Onie mengatakan bahwa tindakan bunuh diri dapat menular kepada orang lain.
Dr. Sandersan dari University of New South Wales Australia itu mengatakan tindakan bunuh diri menular ini biasa disebut dengan suicide contagion. Orang-orang yang berisiko tertular adalah mereka yang terpapar dengan berita bunuh diri atau dari orang terdekat yang telah melakukan tindakan tersebut.
"Jadi betul penularan bunuh diri itu bisa lewat berita, bisa orang yang kita kenal yang melakukan bunuh diri, tentu itu akan berdampak lebih dalam lagi bahkan kita mendengar ada selebritis yang bunuh diri pun itu meningkatkan risiko bunuh diri juga," ujar Dr. Sandersan dalam webinar "Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia" pada Sabtu 11 September 2021.
Menurut Dr. Sandersan, suicide contagion merupakan salah satu masalah yang cukup besar untuk dihadapi. Sebagai penanganannya, Dr. Sanderson menyarankan untuk membuat rencana keamanan jika seseorang sedang berada dalam masa krisis atau ketika rasa depresi dan keinginan bunuh diri datang.
"Kalau seseorang sudah terekspos oleh berita bunuh diri, kita butuh intervensi cepat dan salah satunya lewat rencana keamanan. Untuk membuat rencana keamanan tidak usah menunggu psikolog klinis, itu bisa dilakukan oleh siapa aja," kata Dr. Sandersan.
Mengutip laman ehfa.id, dalam membuat rencana keamanan, hal pertama yang harus dipahami oleh oleh seseorang yang sedang dalam masa krisis adalah mengenal tanda bahaya atau pemicu dari rasa depresi. Misalnya, perasaan tidak berguna dan tidak berharga, merasa tidak ada harapan, insomnia, tidak ingin berbicara dengan orang lain dan merasa kesepian.
Lalu, buat daftar alasan untuk tetap bertahan hidup. Perasaan ingin bunuh diri biasanya membuat seseorang lupa pada kebahagiaan sederhana.
Cobalah untuk mengingat hal-hal yang membuat bahagia, seperti momen ketika minum kopi bersama keluarga atau teman, acara nonton favorit hingga makanan kesukaan.
Kemudian, jaga tempat tinggal dan lingkungan sekitar aman saat seseorang sedang mengalami krisis. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan menyimpan barang-barang yang dapat digunakan untuk menyakiti diri sendiri di tempat yang tidak mudah terlihat.
Lakukanlah hal-hal yang membuat merasa produktif, senang dan damai seperti membaca buku, mendengarkan musik, membersihkan rumah, merawat diri, olah raga, ataupun memasak. Meskipun terlihat sederhana, hal-hal kecil ini bisa membantumu menyingkirkan pikiran buruk.
Saat seseorang sedang dalam masa krisis, biasanya tidak ingin bertemu dengan orang lain. Namun, berada di antara orang-orang terkasih akan sangat membantu.
Tuliskan nama orang-orang yang bisa hubungi dan bisa menemani di masa krisis, atau tuliskan tempat umum yang bisa dikunjungi. Terakhir adalah meminta bantuan dari seorang profesional saat mengalami masalah krisis.
Dr. Sandersan mengatakan membuat rencana keamanan ini dapat dilakukan saat seseorang dalam kondisi yang sedikit lebih tenang. "Rencana keamanan adalah kegiatan yang dapat dilakukan setelah orang tersebut berada dalam kondisi yang lebih tenang, sehingga mereka tahu apa yang harus dilakukan untuk menjaga diri mereka tetap aman," ujar Dr. Sandersan.
Dr. Sandersan sendiri membuat sebuah situs bernama ehfa.id yang bertujuan untuk membantu seseorang yang mengalami gangguan psikologis dan mempunyai pemikiran melakukan bunuh diri sehingga hal tersebut dapat dicegah.
Pada laman ini, pengunjung dapat menggunakan serangkaian fitur berbasis penelitian dan dapat menyaksikan video pengalaman seseorang yang mencegah keinginannya untuk bunuh diri. Tautan ke sumber daya penting, termasuk database psikolog terdaftar IPK (Ikatan Psikolog Klinis) Indonesia juga dapat ditemukan di sana.
Situs ini juga menawarkan serangkaian alat dan formulir awal untuk mengidentifikasi kondisi krisis yang dialami. Selain itu, terdapat rencana keamanan yang bisa digunakan oleh seseorang yang memiliki tendensi bunuh diri, sebagai bantuan awal mengatasi krisis tersebut.
Baca: Bunuh Diri Masih Jadi Stigma, Simak Survei Soal Kesehatan Mental Ini