CANTIKA.COM, Jakarta - CEO dari Waste4Change Mohamad Bijaksana Junerosano menyebutkan ada tiga langkah yang bisa diambil pemerintah untuk menciptakan pengelolaan sampah berkelanjutan di Indonesia dapat terwujud sehingga sampah-sampah yang menjadi masalah bisa diselesaikan dan menjaga kelestarian lingkungan.
Tiga hal itu dimulai dari penegakan hukum hingga pembiayaan yang berkeadilan. Pertama adalah penegakan hukum yang perlu kita bangun bersama-sama. Tanpa adanya penegakan hukum sulit sekali, karena masyarakat itu tidak kurang untuk diedukasi dan diberikan pemahaman. Tetapi seperti layaknya orang dewasa. Kata Rasul juga, kalau lupa shalat harus diingatkan. Kalau lupa shalat lagi, diingatkan lagi dengan cara kita tepuk tangannya sedikit gitu ya. "Jadi sama Pak dengan urusan pemilahan sampah kalau udah diingetin gak bisa, kita sedikit beri peringatan. Saya rasa ini bisa dilakukan di Indonesia," kata pria yang akrab disapa Sano itu dalam konferensi pers virtual Nestle Indonesia meresmikan Rumah Pemulihan Material (RPM) di Kelurahan Kebagusan, Jakarta Selatan, Rabu 22 September 2021.
Pria yang ada di balik berdirinya perusahaan pengelolaan sampah yang berkelanjutan itu pun menyebutkan untuk langkah kedua menciptakan pengelolaan sampah yang ideal bagi manusia dan lingkungan adalah mekanisme kemitraan yang jelas.
Ia menyebutkan di Indonesia, mekanisme kemitraan antara pengelolaan sampah yang dilakukan pemerintah serta pihak swasta masih belum jelas. Prosedur pengelolaan sampah hingga menyiapkan izin-izin yang masih kabur membuat masyarakat atau pun pihak swasta enggan mengambil langkah memulai usaha di bidang keberlanjutan lingkungan itu. "Bagaimana prosedurnya. Terkait ruangnya dan aturan lain-lain? Padahal kita ingin membantu pengolahan sampah lebih baik, karena pengelolaan sampah itu sangat spesifik tapi belum ada prosedur yang jelas. Lebih mudah buka restoran, lebih mudah buka kafe. Tapi buka fasilitas persampahan dari sektor swasta seperti kami belum clear," ujarnya.
Ia berharap pemerintah bisa memberikan koridor kepastian agar para lembaga pengelolaan sampah di Indonesia bisa berizin sehingga pengelolaan sampah bisa bertanggung jawab baik secara lingkungan maupun pada manusianya.
Karena saat ini banyak pengelola sampah tak berizin yang akhirnya malah menambah volume tempat pemrosesan akhir yang sudah sekarat dan hanya mengambil keuntungan semata. Dengan hadirnya kejelasan mekanisme pengelolaan sampah maka hal- hal tersebut dapat dicegah.
Hal ketiga adalah pembiayaan pengelolaan sampah yang berkeadilan. Sano berpendapat masih banyak anggapan masyarakat yang menilai biaya untuk mengelola sampah terlampau mahal, padahal biaya tersebut hingga saat ini tidak maksimal untuk menangani masalah sampah yang semakin cepat berkembangnya.
Jika ada anggapan sampah ada uang, maka anggapan tersebut adalah salah besar. Hal itu diungkapkannya karena hanya sekitar 10- 20 persen dari bagian sampah yang normalnya anorganik dan bisa diolah sehingga bisa menghasilkan uang. "Realitanya sampah itu bukan uang, sampah adalah tanggung jawab. Artinya masih butuh biaya. Sekarang warga kalau iuran sampah naik Rp 1000 saja. Susah, bisa demo mungkin," ujar Sano.
Padahal untuk menciptakan pengelolaan sampah yang berkelanjutan baik dari organik hingga anorganik dibutuhkan waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Selain itu alat- alat yang digunakan untuk mempermudah pekerjaan tidaklah murah.
Di balik pengelolaan sampah yang berkelanjutan ada proses sortir, pengolahan, hingga daur ulang yang memakan biaya yang tidak sedikit. "Jadi diperlukan pembiayaan yang berkeadilan, jadi yang mampu bayar, ya bayar jangan pelit-pelit. Sementara yang nggak mampu ya dibantu sama Pemerintah lewat subsidi," katanya.
Dengan cara seperti itu, jika diterapkan sejak saat ini maka dipastikan pengelolaan sampah yang selama ini menjadi masalah di Indonesia khususnya di Ibu Kota bisa diselesaikan dan tentunya pengelolaan tersebut mendukung kondisi alam dan lingkungan bisa menjadi lebih baik lagi.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengakui bahwa pada 2020 total produksi sampah nasional telah mencapai 67,8 juta ton. Artinya, ada sekitar 185.753 ton sampah setiap harinya dihasilkan oleh 270 juta penduduk. Atau setiap penduduk memproduksi sekitar 0,68 kilogram sampah per hari.
Jika kondisi itu terus berlanjut, maka potensi percepatan perburukan kondisi bumi akan bertambah dan menyebabkan bumi tak lagi ramah untuk ditinggali oleh manusia. Oleh karena itu, perlu ada tindakan yang nyata tidak hanya dari para pemangku kepentingan tapi juga masyarakat luas untuk lebih bijak dalam mengelola sampah sehingga kondisi lingkungan bisa membaik.