Malas Memilah, Budaya Turun Menurun Sebabkan Sampah Plastik Menumpuk

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Sejumlah mahasiswa asing asal Jepang dan Korea Mengumpulkan sampah plastik daur ulang untuk dijual di Bank Sampah Pelita Harapan di Jalan Pelita Raya, Makassar, Sulsel, 26 Januari 2015. Terlihat para mahasiswa tengah memilah sampah.TEMPO/Iqbal Lubis

Sejumlah mahasiswa asing asal Jepang dan Korea Mengumpulkan sampah plastik daur ulang untuk dijual di Bank Sampah Pelita Harapan di Jalan Pelita Raya, Makassar, Sulsel, 26 Januari 2015. Terlihat para mahasiswa tengah memilah sampah.TEMPO/Iqbal Lubis

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Ada satu fakta soal kehidupan masyarakat Indonesia yang tak bisa lepas dari kesehariannya, yakni tak lain adalah soal penggunaan plastik yang menjadi sampah plastik. Dari data hasil survei Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia di tahun 2020 mampu menghasilkan 67,8 juta ton sampah dan meningkat 5 persen di setiap tahunnya.

Berangkat dari pernyataan ini, Unilever melakukan kampanye #GenerasiPilahPlastik yang dapat mengusut kebiasaan masyarakat terhadap seringnya buang sampah sembarangan dan malas memilah, termasuk memilah sampah plastik.

Yosefina Anggraini seorang Antropolog membantu untuk menjelaskan fenomena yang tak ada habisnya ini. “Kenapa bisa terbentuk? karena adanya interaksi antar satu dengan yang lain. Ada transfer nilai, norma, pengetahuan yang membuat mereka saling belajar sampai dimana mereka ketemu kata sepakat,” ujarnya. Begitu pula soal faktor alam yang juga memberi pengaruh terhadap perilaku manusia baik yang di pesisir maupun pegunungan pasti akan berbeda.

Sebagai seorang Sosiolog, Arie Sujito juga menambahkan bahwa kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks membuat orang-orang di dalamnya cenderung mencari sesuatu yang lebih instan. Dalam hal ini, plastik dinilai sebagai sesuatu yang lebih sederhana.

Ada pun sudut pandang dari sisi ahli lain yakni Psikologi Klinis, Tara de Thouars yang menjelaskan kalau kebiasaan seseorang untuk menjaga lingkungan bisa dibentuk lewat ajaran di keluarga. “Mereka yang tidak terbiasa atau melihat pentingnya menjaga lingkungan ya nggak akan punya kebiasaan tersebut,” katanya.

Solusi terbaik untuk bisa keluar dari fenomena kebiasaan buruk ini adalah dengan mengubah sudut pandang. “Dulu sampah dianggap penyakit, kotor, tapi saat ini sampah bisa menjadi sahabat dan memberi manfaat jika dikelola dengan baik,” terang Yosefina.

Begitu pula soal edukasi yang bisa diberikan kepada anak-anak sejak dini. Cara paling mudahnya adalah dengan membacakan dongeng ataupun mencontohkannya kepada anak. Tara juga menyebutkan untuk pentingnya membangun kebiasaan sejak kecil yakni seperti misalnya selalu memilah sampah setelah bangun pagi.

#GerakanPilahPlastik merupakan kampanye dari Unilever dengan upaya untuk menekan angka penggunaan plastik di Indonesia. Berbagai cara akan dilakukan oleh perusahaan satu ini, salah satunya adalah dengan berkomitmen mengurangi setengah penggunaan plastik baru di tahun 2025, dan mendesain ulang kemasan agar bisa didaur ulang kembali.

Baca: Penggunaan Sampah Plastik di Indonesia Terus Meningkat, Apa yang Bisa Dilakukan?

LAURENSIA FAYOLA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."