CANTIKA.COM, Jakarta - Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati mengatakan perempuan Indonesia harus terus meningkatkan kompetensi dan kualitas diri, terutama mengenai peran kepemimpinan. Hal itu penting guna mengatasi stereotip yang kerap melekat pada perempuan. "Apabila tidak memiliki kompetensi dan kualitas, maka hal ini akan berdampak pada reputasi perempuan yang kerap dianggap tidak kompeten di suatu bidang,” katanya dalam webinar Women Leaders Forum (WLF) 2022: “Achieving an Equal Future” para peringatan Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret 2022.
Ketika menjadi pemimpin pun, Sri Mulyani mengajak perempuan untuk menunjukkan jiwa kepemimpinan mereka. Bahwa menjadi perempuan tidak menjadi faktor untuk menurunkan kualitas kepemimpinan seseorang. "Tapi menjadi sesuatu yang bahkan kuat – dan itu harus dibuktikan. Perempuan, apabila dipercaya memegang suatu jabatan, maka harus dapat membuktikan bahwa mereka pantas berada di posisi tersebut. Karena tantangan yang sebenarnya adalah bagaimana membuat institusi yang kita pimpin bekerja sesuai fungsinya,” lanjut Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengakui ada saja isu dan tantangan sebagai seorang pemimpin dan pemimpin wanita secara umum. "Di dalam posisi sebagai perempuan, terutama saat dia dipilih di suatu posisi, dimana challenge itu, kalau seperti saya sebagai Menkeu adalah kombinasi antara internal challenge yang meliputi how to make organzation works, to have this leadership," kata Sri Mulyani.
Ia berbagi, ketika pertama kali ditunjuk untuk menjadi bendahara negara, ia merupakan seorang wanita yang dari segi usia pun cenderung lebih muda. Hal tersebut mungkin membuatnya dipandang sebelah mata karena usia dan gendernya. "And how we should break that barrier, adalah menciptakan leadership yang efektif regardless usia dan gender, itu menjadi tantangan pertama," kata Menkeu.
Menteri Ani juga menyinggung soal perempuan yang harus selalu dihadapkan dengan pilihan antara dirinya dan keluarga, serta karier. Ia mengatakan, perempuan memiliki banyak peran sebagai seorang ibu, namun, di sisi lain, juga banyak perempuan yang ingin meniti karier lebih jauh. "Dalam konteks ini di seluruh dunia, biasanya perempuan mengalami drop out (dari pekerjaan), karena harus memilih (antara karier dan keluarga)... Ini adalah ujian yang sangat sulit untuk perempuan, dan tidak semuanya bisa mengatasi, dan terpaksa untuk give up one another," kata dia.
"Keharusan" perempuan untuk memilih tersebut biasanya hadir ketika mereka sudah memasuki usia untuk membangun sebuah keluarga. Sri Mulyani mengatakan keharusan untuk memilih ini membuat perempuan kebanyakan untuk keluar dari pekerjaan demi keluarga. Hal itu berbeda dengan para lelaki. Mereka dibolehkan tidak memilih perbandingan itu. "Seolah-olah itu adalah natural buat laki-laki. Tapi, untuk perempuan, itu menjadi choice, bahkan trade off. Nah, ini membuat level play fieldnya tidak seimbang," kata dia.
"Seakan-akan ini alamiah bagi perempuan untuk drop out. Namun, ketika mereka melihat wanita pemimpin seperti Ibu Ira (Noviarti, Presiden Direktur PT Unilever Indonesia), Ambassador Penny (Williams, Duta Besar Australia untuk Indonesia), dan saya, mereka melihatnya sebagai exception, bukan sebagai hal yang normal. (Cara pandang) Itu harus diubah bersama," katanya.
Ia menyarankan, institusi, organisasi, perusahaan dan masyarakat harus memberikan ruang lebih banyak sehingga pilihan perempuan yang ingin meniti karier bisa lebih mudah. "Mereka bisa memberikan banyak sekali kontribusi. Di organisasi dengan tim yang bervariasi, maka akan memberikan kualitas yang lebih baik bagi institusinya. Memang, saat ini masih banyak PR (pekerjaan rumah), namun hal itu bukan tidak mungkin," kata Sri Mulyani.
Baca: Curhat Sri Mulyani Pakai Sepatu Troso: Teringat Sahabatku, Menlu Retno Marsudi