CANTIKA.COM, Jakarta - Mengenali gaya komunikasi dengan pasangan sangat penting dalam membina dan mempertahankan hubungan yang sehat. Umumnya, setiap pasangan punya gaya komunikasi yang berbeda, menurut terapis perkawinan dan keluarga Becky Stuempfig. Perbedaan tersebut kadang-kadang menjadi tantangan tersendiri, tetapi belum tentu tanda bahaya hubungan.
Oleh karena itu, penting untuk memahami gaya komunikasi yang sehat dengan pasangan, kata Annalize Oatman, LCSW, psikoterapis dan pendiri Deeper Well Therapy.
"Jika kamu mengetahui gaya komunikasi pasangan kamu dan kamu berbicara dalam bahasa mereka, kamu cenderung merasa dilihat, dipahami, dan dihargai satu sama lain. Dan, kamu cenderung tidak akan saling menyalahkan," jelasnya.
Selain membuat percakapan sehari-hari menjadi lebih mudah, memahami gaya komunikasi satu sama lain, juga memungkinkan kamu dan pasangan bertengkar secara adil, kata terapis pernikahan dan keluarga, Marley Howard.
“Kamu dapat menyelesaikan pertengkaran dengan mudah jika kamu memahami kecenderungan pasangan. Juga dapat berempati dengan mereka dan memperkuat hubungan," tuturnya.
Untuk memahami gaya komunikasi kamu dengan pasangan, pakar hubungan menjabarkan ada empat tipe secara umum seperti di bawah ini.
4 Tipe Gaya Komunikasi dengan Pasangan
1. Komunikasi Asertif
Semua terapis mencantumkan "tegas" sebagai gaya komunikasi yang ideal. Mereka yang dianggap asertif secara efektif mampu mengungkapkan kebutuhannya, mengidentifikasi perasaannya, dan bertanggung jawab atas tindakannya tanpa menyalahkan orang lain.
Oatman pun setuju dan menambahkan bahwa komunikator yang asertif hebat dalam mengadvokasi diri mereka sendiri dengan jelas, tenang, dan langsung.
Orang dengan gaya komunikasi asertif cenderung membuat pernyataan "aku" selama argumen atau diskusi (seperti "aku merasa..." dan "aku butuh..."), dan menghargai perasaan serta kebutuhan orang lain.
2. Komunikasi Agresif
Terapis pasangan, Omar Ruiz mengatakan bahwa komunikator yang agresif pada dasarnya fokus pada kepuasan diri, tidak mempertimbangkan perasaan atau kebutuhan orang lain. Orang-orang ini sering tampil menuntut, meledak-ledak, mengancam, dan mengintimidasi.
"Mereka bisa bersikap defensif saat dikonfrontasi, sehingga membuat diskusi menjadi menantang," jelasnya.
3. Komunikasi Pasif
“Komunikator pasif biasanya tidak mengomunikasikan sentimen atau keinginan mereka, membiarkan orang lain melakukannya,” kata Howard. Mereka mungkin mengatakan hal-hal seperti "Aku akan makan apa pun!" atau "Aku baik-baik saja melakukan apa pun yang ingin kamu lakukan").
Pada dasarnya, mereka tidak dapat mengatakan tidak, kata Howard. Perilaku ini berkontribusi pada pola membatalkan pikiran dan perasaan kamu sendiri demi tunduk kepada orang lain, kata Altidor. Walhasil, hal tersebut menyebabkan konflik internal dan frustrasi karena kamu tidak didengar.
Itu sebabnya komunikator pasif sering merasa terisolasi dalam hubungan, tambah Stuempfig. Karena kebutuhan mereka tidak terpenuhi.
4. Komunikasi Pasif-Agresif
Seperti komunikator pasif, orang pasif-agresif tidak secara langsung membagikan kebutuhan atau perasaan mereka.
“Daripada menghadapi seseorang atau topik, komunikator pasif-agresif akan mengeluh pada diri mereka sendiri,” kata Howard. “Mereka tidak dapat mengekspresikan emosi mereka, bahkan menyangkal bahwa ada masalah.”
Misalnya, kata Stuempfig, seseorang yang menggunakan gaya komunikasi pasif-agresif dapat menggunakan perlakuan diam dengan pasangannya sebagai cara untuk menyerang daripada menjelaskan perasaannya.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, hanya karena kamu dan pasangan memiliki gaya berkomunikasi yang berbeda, bukan berarti hubungan kamu akan gagal. Setelah kamu memahami gaya berkomunikasi kamu dan pasangan, berikut adalah beberapa cara yang disetujui para ahli untuk membantu mengatasi perbedaan dengan lebih efektif.
4 Cara Mengatasi Perbedaan Gaya Komunikasi
1. Tetapkan Batasan
Menurut Ruiz, bahkan komunikator terbaik bisa marah. Di sinilah batasan bisa berguna, terutama jika ada kebutuhan untuk menenangkan diri, menghindari intensitas percakapan, dan bagaimana membiarkan kedua belah pihak memproses apa yang baru saja terjadi.
Untuk menghindari konflik di saat panas, kamu dan pasangan harus mendiskusikan batasan pribadi sebelumnya — seperti tidak saling meninggikan suara — sehingga kamu memiliki rencana yang sesuai untuk kamu dan pasangan.
2. Gunakan Pernyataan "Aku"
Menggunakan pernyataan "aku" adalah cara yang bagus untuk melatih komunikasi tegas, kata Stuempfig, karena memungkinkan kita bertanggung jawab atas emosi kita sendiri tanpa menyalahkan.
Dengan demikian, orang lain “cenderung tidak bersikap defensif karena mereka tidak merasa dikritik,” jelas Stuempfig. Cara itu juga membut pasangan lebih mudah untuk melakukan percakapan yang produktif.
Ruiz menambahkan, "Bahkan jika orang tersebut [perlu] bertanggung jawab atas tindakannya, yang terbaik adalah mendekati percakapan dengan menyatakan bagaimana perasaan kamu dan terpengaruh oleh apa yang dikatakan atau dilakukan."
3. Hindari Silent Treatment
Perlakuan diam atau silent treatment dapat memberikan penangguhan hukuman (sementara) di sela-sela diskusi. Tetapi jika kamu menerapkannya dalam waktu lama, langkah tersebut tidak menawarkan solusi nyata atau efektif dalam jangka panjang, imbau Ruiz.
4. Strategi Jeda
Diskusi dapat dengan cepat berubah menjadi argumen, itulah mengapa yang terbaik adalah membuat strategi jeda. Dengan begitu, kedua orang tersebut bisa tenang dan kembali berdiskusi di tempat yang lebih baik, kata Ruiz.
Selain itu, ini memungkinkan kamu pergi dengan tenang dan hormat tanpa menyinggung orang lain. Bukan berarti kamu tidak peduli dengan masalah di depan mata, tapi jeda bisa membuat kamu lebih berpikir lebih jernih.
WELL+GOOD
Baca juga: 5 Masalah Pernikahan yang Sering Dialami, dari Seks hingga Komunikasi
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika