CANTIKA.COM, Jakarta - Di momen Hari Ibu 2022, Cantika membahas seputar mom shaming. Tak bisa dipungkiri, ini merupakan salah satu problem yang dialami banyak ibu di luar sana. Dan, terkadang tanpa disadari, wanita yang sudah menyandang peran ibu hingga orang-orang terdekat menjadi pelaku mom shaming. Mengapa bisa begitu? Bentuk kepedulian hingga hal lumrah termasuk sederet alasan menjadi pelaku mom shaming menurut psikolog Anisa Cahya Ningrum.
5 alasan orang menjadi pelaku mom shaming yang perlu kita ketahui, dan hindari tentunya.
1. Dianggap Hal Lumrah
"Apa itu mom shaming? Mempermalukan ibu dengan kata-kata tentang keibuannya, cara mengasuh, dan lain. Yang paling banyak cara mengasuh, mendidik, bersalin, cara menutrisi, bentuk tubuh juga. Dan, uniknya ibu mempermalukan ibu lain. Bisa menjadi bahan pertanyaan, kok bisa. Kenapa ada ibu yang mempermalukan ibu lain tentang keibuannya," ujar Anisa saat dihubungi Cantika via telepon pada Rabu, 21 Desember 2022.
"Mereka melakukan itu seringkali karena dianggap itu lumrah, wajar saja. Bahkan, ada di antara mereka yang belum mengenal istilah mom shaming," lanjutnya.
Menurut pelaku mom shaming itu, mereka hanya menyampaikan pendapat tanpa menyadari bahwa itu menyakiti bahkan mempermalukan ibu yang sedang diajak bicara.
Lumrah untuk mengomentari apa pun soal keibuan dari ibu lain kerap dilakukan oleh anggota keluarga. Menurut Anisa, orang-orang terdekat itu tidak menyadari bahwa yang dilakukan mom shaming dan menyakiti perasaan.
"Mayoritas terjadi dilakukan oleh orang-orang sekitar (ibu korban mom shaming), seperti ibu sendiri atau ibu mertua. Lumrah berdasarkan pengalaman pribadi mereka, jadi (cara) itu yang benar. Juga tidak open minded (berpikiran terbuka) bahwa ada pendapat lain yang harus dihargai," ujarnya.
2. Merasa Pendapatnya Paling Benar
Alasan selanjutnya adalah pelaku mom shaming menganggap pendapatnya yang paling benar berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dia tahu.
"Contohnya, 'kalau tidak melahirkan lewat vagina itu bukan lahiran yang sempurna'. Menurut dia, memang begitu. 'Kalau gak momong (mengasuh) sendiri anaknya, dititipkan ke daycare (tempat penitipan anak) atau ke neneknya, itu gak pantas. Kok bisa-bisanya lo kayak gitu'. (mengapa dia berbicara seperti itu) karena selama ini pengalaman dia memang harus ngurusin anaknya," jelas Anisa.
"Dan, dia tidak open-minded (berpikiran terbuka) bahwa orang punya pendapat yang berbeda," lanjut psikolog jebolan Universitas Gadjah Mada itu.
Baca juga: Merayakan Hari Ibu dengan Semangat Setop Mom Shaming, Ini Kata Mereka
3. Bentuk Kepedulian yang Salah
Penyebab mom shaming selanjutnya adalah bentuk kepedulian dan cara mengingatkan yang salah. Para pelaku mom shaming menganggap komentarnya kepada ibu lain adalah bentuk kepedulian dan cara mengingatkannya. Tapi faktanya mereka tidak menyadari setiap ibu punya cara tersendiri mengasuh buah hatinya, begitu pula dengan mereka.
" 'Ini bentuk kepedulian gue, kalo lo emang harus diingetin'. Contohnya terkait fase Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI), 'harus dimasak sendiri lah, jangan yang instan. Justru karena peduli, gue mengingatkan'. Ini (alasan) yang justru banyak terjadi kenapa terjadi mom shaming," tutur psikolog yang juga pendiri Cahya Communication itu.
4. Kurangnya Empati
Penyebab lain seseorang menjadi pelaku mom shaming adalah kurangnya empati. " 'Ya, terserah gue lah' (berkomentar). Dia tidak memahami perasaan seorang ibu, bahwa kalimat yang diucapkan itu menyakiti perasaan ibu lain," ungkapnya.
Lagi-lagi, kuncinya kita harus memahami batasan urusan privasi dan konsumsi publik.
5. Insecure
Merasa tidak aman atau insecure yang dialami seorang ibu bisa menjadi faktor dia melakukan mom shaming. "Insecure dengan diri sendiri. 'Ah, gue komentarin aja'. Apalagi khususnya ini buat netizen yang tidak kenal dan memberikan ucapan-ucapan yang tidak menyenangkan (di media sosial). (Bisa juga) iri dengan pencapaian ibu lain," Anisa menjelaskan.
Tanpa bermaksud menggurui, sama-sama kita belajar agar tidak menjadi pelaku mom shaming tanpa disadari. Ingatlah, setiap ibu punya cara masing-masing dalam merawat buah hati. Dan, menjadi orang tua adalah sekolah tanpa batas waktu. Pengalaman dan terus belajar adalah guru terbaik bagi ibu dan ayah merawat anak.
Baca juga: Hari Ibu, Aurel Hermansyah dan 5 Artis Ini Kerap Mengalami Mom Shaming
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika