CANTIKA.COM, Jakarta - Perjalanan karier Retno Marsudi sebagai diplomat hingga akhirnya menjabat peran penting menjadi Menteri Luar Negeri benar-benar dimulai dari nol. Perempuan kelahiran 27 November 1962 ini berpijak dari momen bukan siapa-siapa dalam arti tidak punya priviliedge apalagi kenalan. Perlahan ia merintis kariernya bermodal integritas dan kepercayaan diri.
"Bisa dibilang saya ini no body, saya bukan anaknya siapa-siapa, saya enggak ngerti, saya enggak kenal satu pun orang Kemlu pada saat itu. Tidak semua orang dilahirkan dari keluarga pejabat dan tidak semua orang dilahirkan dari keluarga yang mampu," ucapnya kepada Cantika, Selasa, 29 Agustus 2023, di kantor Kementerian Luar Negeri.
Retno menganalogikannya dari no body menjadi somebody. Ia merasa kesempatan di Kemlu terbuka luas untuk berkarier tanpa mengenal gender. "Karena kesempatan yang dibuka luas dan transparan makanya saya bisa sampai pada titik ini," imbuhnya,
Bisa dibilang, Retno menjadi yang pertama sebagai perempuan memimpin Kemlu. Walau tentu saja dari awal terasa canggung saat memimpin mayoritas laki-laki, tetapi interaksinya yang egaliter pada siapa pun memudahkan ia untuk melakukan tugas-tugasnya sebagai menteri.
"Yang saya rasakan tidak terlalu canggung. karena kami tumbuh bareng disini, kita kan satu sama lain biasa saling mendukung. Apa ya, sudah biasa mukul satu sama lain 'lo itu begini ya, Lo itu begini ya'. Saya kan bergaulnya dengan teman laki-laki semua dan cara berinteraksi itu saya upayakan tidak pernah berubah walau ada perbedaan jabatan misalnya," ucapnya berseloroh.
Melihat situasi saat ini, lanjut Retno, perempuan punya peluang sama besar untuk menjadi pemimpin, ditunjang dengan lingkungan dan sistem kerja yang mendukung. Retno berharap kelak diplomat perempuan lainnya bisa menduduki jabatan paling tinggi di Kemlu. "Artinya ayo maju, kesempatan terbuka luas," tambah dia.
Sayangnya, ada kesempatan diiringi dengan tantangan. Pada saat sistem sudah memudahkan, tantangan dari perempuan juga semkain berat termasuk faktor keluarga yang menjadi pertimbangan penting. "Misalnya, ada perempuan dengan sukarela “oke saya harus mundur karena saya harus memberi perhatian lebih kepada anak dan sebagainya” which is itu adalah hak masing-masing," tambag Retno.
Terpenting ialah, kesempatan dari Kemlu terbuka luas bahkan sampai ke wilayah domestik atau keluarga. Misalnya, kalau dulu sesama diplomat menikah salah satunya harus mundur, kalau sekarang tidak masalah malah bisa diatur penempatannya sehingga tidak mengganggu fungsi keluarga mereka.
"Lalu di sini juga sudah dibangun day care untuk para perempuan di Kemlu yang masih punya anak kecil, terutama yang masih memberikan ASI, anak mereka bisa dibawa ke daycare sehingga pada saat mereka break, mereka bisa memberikan ASI kepada anaknya. Jadi kita mencoba untuk memberikan dukungan kepada perempuan karena kan kadang-kadang orang itu mikir ya “lo kalau suruh milih keluarga sama karir, lo milih yang mana?” gitu kan. Apalagi kalau pekerjaan diplomat untuk perempuan kan memang sangat berat." papar Retno.
Retno berharap dengan sistem kantor yang suportif bisa membangun sebuah kesempatan agar perempuan tetap bisa berkarya tanpa harus meninggalkan keluarga. "Sebisa mungkin kami menjadi support system, karena kalau mendukung perempuan maka kita mendukung negara dan masa depan," pungkas Retno.
Pilihan Editor: Menlu Retno Marsudi Berbagi Tips Agar Karier dan Keluarga Bisa Seimbang, Pentingnya Support Suami
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika