CANTIKA.COM, Jakarta - Sampai pada 30 Oktober 2023 disebutkan sudah ada 24 kasus cacar monyet di Indonesia. Menurut Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Prof. Tjandra Yoga Aditama WHO mengganti nama monkey pox menjadi mpox, dan ada baiknya kalau Kementerian Kesehatan juga mengubah nama cacar monyet, untuk menghilangkan stigma dan juga karena banyak kasus sekarang -termasuk di negara kita- bukanlah tertular dari monyet.
Tentang 24 kasus kita, maka publikasi WHO 20 Oktober 2023 menyebutkan bahwa di dunia sudah ada 91.123 kasus mpox. Sebagian besar (81,9%) ada di 10 negara dengan kasus terbesar, tertinggi di Amerika Serikat (30.636 ribu kasus) dan di urutan ke 10 adalah Tiongkok (satu-satunya negara Asia dengan 10 kasus terbanyak dunia) dengan 1.799 kasus.
Semua 24 kasus kita adalah laki-laki, dan data WHO juga menyebutkan bahwa 96% kasus dunia adalah laki-laki. Di dunia umur rata-rata kasus (median) adalah 34 tahun, lebih dari 80% penularan terjadi melalui hubungan seks, serta 52,7% kasus adalah mereka dengan HIV (+).
Dari lebih 90 ribu kasus dunia sejauh ini maka tercatat 153 kematian, yang artinya angka kematian (case fatality rate) jauh di bawah 1 persen. Kita tahu bahwa kematian akibak virus cacar monyet galur/”clade” II yang sekarang banyak ditemui memang rendah, tetapi kematian akibat clade 1 lebih tinggi. Akan baik kalau kita diinformasikan tentang galur/”clade” apa yang ditemui pada kasus-kasus negara kita sekarang ini.
Mulai juga ada pertanyaan tentang kasus pada anak, yang sejauh ini belum ada informasi nya di negara kita. Data dunia menunjukkan bahwa hanya 1,3 persen kasus mpox yang usianya di bawah 18 tahun, dan dari 335 data yang ada maka ada 1 anak yang meninggal dunia serta 14 persen masuk dirawat di RS.
Dibicarakan juga bahwa Kementerian Kesehatan mulai memberikan vaksin cacar monyet, dan akan baik kalau jenis vaksin yang diberikan juga diinformasikan luas. Secara umum di dunia setidaknya ada dua jenis vaksin cacar monyet. Pertama adalah “PEPV (post exposure prevention vaccine)” yang diberikan pada mereka yang diduga tertular atau kontak erat, dan jenis kedua adalah “PPV (primary prevention vaccine)” yang di berikan pada kelompok risiko tinggi.”
Untuk pengendalian wabah cacar monyet maka setidaknya ada lima hal yang perlu dilakukan penentu kebijakan publik, menurut Prof. Tjandra.
"Pertama adalah peningkatan pemahaman (awareness) masyarakat luas dan utamanya kelompok risiko tinggi. Kedua adalah identifikasi kasus, atau terduga kasus, yang hanya dapat dilakukan dengan surveilan yang ekstensif,' ucap Prof. Tjandra melalui siaran pers kepada Cantika, Senin, 30 Oktober 2023.
Ketiga adalah isolasi kasus, mereka yang mulai bergejala maka sebaiknya juga melakukan isolasi sampai ada kepastian diagnosis bahwa dia cacar monyet atau bukan. Ketiga kalau memang terbukti cacar monyet maka harus isolasi sampai semua kelainan kulitnya hilang dan sudah tumbuh kulit baru yang bebas lesi kulit.
Hal keempat dalam pengendalian cacar monyet adalah penelusuran kontak. Jadi dari 24 kasus yang ada sampai hari ini maka semua yang pernah kontak dengan pasien itu harus di cek satu persatu, jangan sampai ada yang luput, dan kemudian ditindak lanjuti sesuai keadaan kesehatannya masing-masing.
"Nah, pengendalian kelima adalah vaksinasi, baik dalam bentuk PPV atau PEPV yang sudah di bahas di atas," ucap dia.
Pilihan Editor: Kasus Cacar Monyet Meningkat, Ini Rekomendasi Pencegahan dan Penanganan dari IDI
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika