CANTIKA.COM, Jakarta - Indonesia kaya dengan warisan budaya. Negeri ini memiliki banyak tarian tradisional dari seluruh penjuru nusantara, dari Sabang hingga Merauke. Seni tari merupakan salah satu cabang seni yang menggunakan gerak tubuh manusia sebagai alat ekspresi. Setidaknya terdapat tiga fungsi utama seni tari, yakni tari sebagai upacara ritual, tari sebagai hiburan pribadi, dan tari sebagai seni pertunjukan.
Beberapa tarian ini telah mendapatkan pengakuan internasional, seperti Tari Saman dari Aceh, Tari Kecak dari Bali, dan banyak lainnya. Tarian-tarian yang sarat makna ini tidak hanya menjadi sumber kebanggaan nasional, tetapi juga berkontribusi pada identitas bangsa.
Untuk melestarikan tarian-tarian ini, tak dapat dipungkiri bahwa para maestro tarilah yang berperan besar. Kiprah, komitmen dan konsistensi mereka dalam menggeluti pasang surutnya dunia tari dengan kecintaan luar biasa perlu diacungi jempol. Beban mereka bukan hanya soal tanggung jawab pada tariannya saja, sebab tanpa disadari, setiap elemen yang ada di dalam sebuah tarian akan ikut ‘hidup’ dan terlestarikan seiring mempertahankan hidupnya sebuah tarian.
Sebut saja pakaian para penari yang penuh pernik, detil dan bahkan bermakna mendalam, demikian pula dengan alat musik, gamelan, tabuh, gesek serta lagu-lagu yang mengiringinya. Belum lagi rias wajah yang khas, dan juga berbagai kisah menakjubkan yang ada di balik sebuah koreografi tarian. Mereka -para maestro tari- ‘memikul’ semua itu dalam konteks pelestarian budaya selain juga mereka tetap dituntut untuk berkreasi menciptakan tarian orisinal dalam koridor kebudayaan masing-masing daerah yang membutuhkan sensitivitas pendengaran di atas rata-rata.
Apabila mereka tidak memilikinya, maka akan sulit menyesuaikan jiwa gerakan tari dengan jiwa musik yang mengiringi tarian tersebut. Selain itu, seorang penari juga wajib memiliki kemampuan koordinasi yang baik agar tariannya terlihat kompak dan padu di atas panggung. Di luar itu, para maestro tari juga dituntut untuk memiliki kedisiplinan dalam berlatih serta rasa percaya diri yang tinggi dalam menari. Rangkaian kualitas ini sangat penting untuk keberlangsungan tarian-tarian ini yang tidak hanya diciptakan dan dilestarikan, tetapi juga tetap berdenyut, bernafas secara utuh sehingga dapat diteruskan ke generasi mendatang.
Inisiator dan founder The Cultural Heritage of Indonesia (CHI) Dewita R.Panjaitan alias Wiwit Ilham mengatakan berlandaskan pentingnya kebudayaan sebagai fondasi karakter bangsa menyelenggarakan CHI Awards 2023. Tahun ini CHI memberikan apresiasi kepada sosok pelestari seni tari tradisional Indonesia. Acara penghargaan ini berlangsung pada 9 November 2023, di The Habibie & Ainun Library, Jakarta. "CHI Awards ini diselenggarakan sebagai apresiasi sekaligus pengingat akan sosok-sosok pegiat budaya Indonesia yang sesungguhnya mereka adalah pahlawan dalam menghidupkan geliat kelestarian budaya sepanjang zaman agar tidak terlena oleh budaya luar dan untuk selanjutnya mampu diwariskan ke generasi berikut," kata Wiwit dalam keterangan pers yang diterima Tempo.
Harapannya, Chi Award bisa menjadi media perusahaan melalui kegiatan CSR nya untuk lebih memberi perhatian kepada kehidupan seni budaya Indonesia. "Khususnya pada sosok maupun wadah seni itu sendiri dan menjadi bagian dalam turut men-support agar warisan seni budaya Indonesia tetap terus terjaga," katanya.
Keberadaan Chi dalam makna energi atau nafas hidup (dalam bahasa sansekerta), diharapkan juga dapat memberikan energi/nafas bagi kehidupan pelestarian warisan budaya di Indonesia. "Semoga gerakan kecil ini bisa memberi manfaat besar bagi bangsa dan negara,” kata Wiwit Ilham.
Halaman