CANTIKA.COM, Jakarta - Seperti yang disampaikan sebelumnya, memperingati Hari Ibu tahun ini, Cantika memotret perjalanan sejumlah ibu tunggal atau single mom. Dan, Mela Laras adalah salah satunya. Perempuan yang akrab disapa Mela ini mengemban peran single mom sejak suami tercinta, One Sunandar Agus Prayogo, berpulang di masa pandemi Covid-19. Selama empat tahun ini, Mela dan kedua putrinya, Kalyana Lintang A. dan Shadia Ziva R. beradaptasi menjalani hari-hari tanpa sosok pria yang paling mereka cintai.
Melalui jawaban tertulis via aplikasi percakapan, Mela merangkai kata demi kata dengan rinci dan apik dalam menuangkan rasa, pengalaman hingga cara dia bangkit dari duka kehilangan.
Di fase awal sebagai single mom, Mela mengaku berat. Dia berjuang menghadapi luka batinnya ditinggal pasangan sekaligus teman seperjuangannya dalam membina rumah tangga. Dia mengaku pernah terpikir mengakhiri hidupnya.
"Awalnya tentu saja begitu berat karena selain harus mengurus keluarga, saya juga harus mengurus batin saya yang terluka parah. Pernah satu atau dua kali ingin untuk menyerah, ingin mengakhiri hidup yang sepertinya begitu suram dan menyakitkan," ungkapnya kepada Cantika, 16 Desember 2023.
Akan tetapi, keinginan itu segera sirna ketika dia mengingat kedua anaknya dan orang tua yang masih membutuhkan dia. Akhirnya, Mela menyadari dia berharga dan berjanji kepada dirinya sendiri menyerah bukanlah pilihan.
"Berawal dari sana, sedikit demi sedikit saya berusaha kembali menjalani hidup seperti sebelumnya, sambil terus percaya Tuhan tidak akan membebani hambanya sesuatu di luar kemampuannya," tuturnya.
Dengan berbekal semangat belajar yang tinggi, Mela mulai menghimpun informasi tentang ibu tunggal. Dia juga bergabung dengan komunitas ibu tunggal seperti Single Moms Indonesia.
"Dari sana, saya merasa bahwa saya tidak sendirian, ada juga orang lain yang mengalami hal serupa, dari pengalaman dan sharing para ibu tunggal yang lain saya belajar dan kemudian kembali menemukan harapan untuk bisa menjalani takdir saya dengan baik," ucapnya.
"Hal itu juga yang membuat saya begitu mudah memutuskan mau untuk sharing (berbagi) di sini, saya berharap bisa memberikan mereka semangat seperti yang saya dapatkan dari sharing pengalaman ibu tunggal yang lain," urainya.
(Tengah) Potret Lebaran pertama Mela Laras dan kedua putrinya, Kalyana Lintang A. dan Shadia Ziva R, tanpa suami tercinta. Foto: Dok. Pribadi
Mengemban Peran Ayah sekaligus Kepala Keluarga, Kuncinya Skala Prioritas
Dalam mengisi peran sebagai ayah untuk kedua putrinya, Mela menggarisbawahi bahwa dia tidak akan pernah bisa menggantikan posisi sang suami di hati anak-anaknya. Yang bisa dia lakukan berupaya belajar menempatkan diri mengemban kedua peran tersebut sesuai kebutuhan putri-putrinya.
"Ada saatnya saya memberikan perhatian dan kasih sayang dengan cara yang lembut, namun ada saatnya pula saya harus memberikan ketegasan dalam menegakan kedisiplinan. Layaknya sebuah kendaraan untuk dapat berjalan dengan baik, maka selain setir, ada gas dan rem," ungkapnya.
"Jika sebelumnya tugas itu saya bagi berdua dengan suami, sepeninggalnya, saya harus jadi keduanya. Harus pandai-pandai membaca situasi kapan harus kasih 'gas' dan kapan harus 'rem'," tambahnya.
Berlaku sebagai ibu sekaligus ayah, Mela mengaku tak pernah berhenti belajar dari kesalahannya hingga mengulik berbagai macam sumber media elektronik maupun buku bacaan sebagai referensi.
Bicara soal mencari nafkah untuk keluarga, fase ini bukan hal baru bagi Mela. Semasa sang suami masih ada, Mela sudah ikut mencari nafkah sebagai pegawai negeri sipil.
Saat ini, dia hanya semakin detail dalam mengatur skala prioritas untuk urusan profesional dan kehidupan pribadi. Agar optimal, Mela membutuhkan sistem pendukung alias support system untuk mendampingi anak-anaknya di rumah.
"Yang tidak dapat dipungkiri adalah saya membutuhkan bantuan orang lain dalam mengurus rumah dan mendampingi anak di rumah ketika harus bekerja. Beruntungnya, selain ada pengurus rumah tangga, saya memiliki orang tua yang dapat diandalkan untuk mengawasi anak-anak di rumah saat saya sedang bekerja," ungkapnya.
"Jadi, ketika saya bekerja, saya fokuskan perhatian saya untuk pekerjaan. Saat saya di rumah, saya fokus untuk anak-anak, mulai dari bermain bersama, memasak makanan favorit mereka, juga menemani belajar," imbuhnya.
Duka Kehilangan Salah Satu Masa Tersulit bagi Mela
Tak menutupi, Mela mengatakan mengolah rasa duka adalah salah satu tantangan dan masa sulit untuknya. Duka kehilangan itu dia ibaratkan bak ombak yang datang dengan intensitas berbeda.
"Bagi saya kondisi mental ini yang menjadi tantangan terbesar saya. Karena itu, saya banyak mencari bantuan dengan memperbanyak referensi dan juga bantuan tenaga profesional psikolog," jelasnya.
Menurut Mela, berkonsultasi dengan psikolog sangat membantu dalam menata pikirannya. Meski awalnya sempat ragu, akhirnya dia mencoba beberapa kali konsultasi. Sebagian konsultasi dia dapatkan dengan tanpa biaya di beberapa yayasan atau platform yang menyediakan bantuan konsultasi secara daring dengan psikolog atau dengan biaya yang sangat terjangkau.
"Dengan bantuan profesional kadang kita jadi lebih bisa mengurai 'benang kusut' yang tidak tahu harus diurus dari ujung yang mana, bahkan mungkin ujungnya kita tidak bisa melihat," katanya
"Selain itu, kadang menyampaikan isi hati dengan orang yang tidak dikenal secara personal justru membuat kita bisa lebih terbuka tanpa ada rasa sungkan," imbuhnya.
Mela mengaku tipe orang yang tidak ingin menunjukkan kelemahan atau kesedihan di depan keluarga. Menurut dia, hal itu bisa bisa membuat orang-orang yang disayangi lebih bersedih. Maka dari itu, dia memilih menangis diam-diam, begitu pula saat konsultasi dengan psikolog.
Dalam setiap menghadapi tantangan dan masa sulit yang datang, Mela berpegang kuat pada ikhtiar dan tak pernah berhenti berdoa kepada Sang Pencipta.
(Tengah) Potret Mela Laras bersama kedua putrinya, Kalyana Lintang A. dan Shadia Ziva R. Foto: Dok. Pribadi
Cara Mela Menjelaskan Kepergian Suami kepada Anak-anaknya
Mela berkisah saat suami berpulang karena pneumonia pada 30 Maret 2020, anak bungsunya yang baru berusia empat tahun belum begitu memahami. Berbeda dengan si sulung, kala itu Kalyana sudah berusia tujuh tahun dan lebih memahami sang ayah wafat.
Mela mengaku ketika merespons pertanyaan anak-anak tentang kepergian ayahnya termasuk masa sulit baginya. Hingga saat ini, dia merasa belum bisa memberikan jawaban terbaik untuk putrinya.
Meski demikian, dia mencoba memberi pemahaman yang mudah dipahami anak-anak.
"Pada waktu itu, saya mencoba menjelaskan bahwa kematian adalah siklus kehidupan, bahwa kita semua akan meninggal pada saatnya tiba, sehingga saya ajak anak-anak untuk menyikapi kehilangan ini sebagai sesuatu yang normal terjadi. Saya mencoba tetap tersenyum agar anak-anak kuat," ungkapnya.
Seiring berjalan waktu, lanjut Mela, si sulung Kalyana mempertanyakan ketiadaan ayah dan menunjukkan kecemburuan kepada teman sebayanya yang memiliki ayah. Mela pun menyemangati dan memberi contoh Rasulullah.
"Saya coba memberikan pengertian dan juga contoh seperti Nabi Muhammad yang terlahir yatim," tuturnya.
"Saya berusaha membuat suasana tetap bahagia dan bersemangat agar anak-anak juga tidak berkecil hati. Dari awal, saya juga sering bercerita tetang kisah Nabi Muhammad kecil, sehingga mereka merasa kalau mereka adalah anak-anak spesial yang disayang dan diistimewakan Allah," ucapnya.
Halaman