Mengenal Stresslaxing: Mencoba Bersantai Tapi Membuat Anda Stres

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rezki Alvionitasari

google-image
Seorang wanita bersantai di samping tenda para pelayat di tepi jalan London, Inggris, 18 September 2022. Setiap orang mendapatkan kesempatan untuk memberikan penghormatan terakhirnya kepada sang Ratu di Westminster Hall. REUTERS/Alkis Konstantinidis

Seorang wanita bersantai di samping tenda para pelayat di tepi jalan London, Inggris, 18 September 2022. Setiap orang mendapatkan kesempatan untuk memberikan penghormatan terakhirnya kepada sang Ratu di Westminster Hall. REUTERS/Alkis Konstantinidis

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Menyadari bahwa Anda sedang stres dan perlu bersantai adalah langkah yang baik untuk membantu diri sendiri.

Namun, ketika menemukan cara untuk menghilangkan stres menambah stres dalam hidup Anda, Anda mungkin akan merasa “stresslaxing”. Stres santai adalah sebuah efek kontraproduktif yang dapat menyebabkan lingkaran setan peningkatan kecemasan dan kekhawatiran.

“Istilah ini mengacu pada fenomena atau pengalaman orang-orang yang berada dalam keadaan cemas atau stres yang berusaha menenangkan diri dan merasa lebih rileks dengan memaksakan diri untuk istirahat atau melepas penat,” ucap dokter Michael Schirripa, psikiater, pembawa acara podcast, dan penulis.

Dikutip dari Healthline, ketika seseorang memaksakan dirinya untuk rileks, mereka akan menjadi lebih cemas, dan mereka mungkin lebih khawatir tentang seberapa baik atau efisien mereka dapat bersantai.

Istilah klinis untuk “stresslaxing” adalah kecemasan yang disebabkan oleh relaksasi, kata Deborah Serani, profesor di Universitas Adelphi dan penulis buku pemenang penghargaan, “Living with Depression.”

“Penelitian menunjukkan bahwa jika Anda sudah bergumul dengan kecemasan umum atau terlalu banyak berpikir, Anda mungkin lebih rentan mengalami stres.

Bukti lain menunjukkan bahwa individu yang berjuang melawan stres juga mungkin mengalami serangan panik selain stres dan kecemasan. Lalu ada orang lain yang mungkin mengalami depresi karena tidak bisa bersantai dengan bebas,” katanya.

Apakah otak menolak relaksasi yang dipaksakan?

Dalam banyak hal, otak menolak relaksasi yang dipaksakan, khususnya bagian otak yang disebut amigdala, yang selalu mencari bahaya.

“Kita perlu ingat bahwa otak kita selalu ‘aktif’ dan sebenarnya dirancang untuk merasa khawatir. Bagaimanapun, kecemasan itu bisa membuat kita tetap hidup karena kita selalu waspada terhadap potensi bahaya yang mungkin mengancam kita,” kata Schirripa.

Orang yang hidup dengan kecemasan, kekhawatiran, dan perenungan mengalami kesulitan dengan kontrol kognitif, yang berarti mereka merasa sulit untuk “menahan” pikiran tertentu, kata Serani.

“Di sisi lain, ada beberapa orang yang mungkin perlu tetap sibuk karena secara tidak sadar, bersikap tenang, memiliki ruang, dan merasa nyaman dapat menimbulkan pikiran negatif atau kenangan akan pengalaman traumatis,” tambahnya.

Mengapa sebagian orang sulit bersantai?

Schirripa mengatakan masyarakat sulit bersantai karena tekanan eksternal dan dinamika internal.

Tekanan eksternal, seperti pekerjaan, studi, keluarga, dan komitmen lainnya, dapat membuat orang merasa seperti mereka terus-menerus “terhubung” dengan dunia luar dan berada di bawah kendali orang lain.

“Mereka kemudian merasa berkewajiban untuk memenuhi tuntutan pengaruh luar, dan dengan demikian, hal ini dapat menimbulkan persepsi bahwa mereka tidak boleh memiliki waktu senggang atau ruang bersantai yang hanya untuk diri mereka sendiri,” kata Schirripa.

Serani mencatat, waktu kerja dan waktu senggang sudah tidak ada lagi batasan yang pasti.

“Dahulu, hari kerja berakhir pada jam 5 sore dan akhir pekan adalah waktu istirahat dan relaksasi, dan pada hari Minggu, toko-toko tutup, sehingga waktu di rumah dan relaksasi menjadi lebih mudah dilakukan. Pedoman yang dapat diprediksi ini sudah tidak ada lagi,” katanya.

Selain itu, teknologi, akses, dan kemudahan modern lainnya telah mengaburkan batasan antara bekerja dan bermain, sehingga sosiolog Dalton Conley dari Universitas Princeton menyebutnya sebagai “Weisure” (penggabungan aktivitas kerja dan waktu luang).

“Jadi, menjadi sangat sulit untuk menyediakan waktu relaksasi,” kata Serani.

Dinamika internal yang mempengaruhi kemampuan untuk rileks antara lain merasakan dorongan untuk tetap aktif dan tidak mengizinkan diri sendiri untuk memperlambat dan bersantai.

“Kadang-kadang orang khawatir jika mereka santai, mereka akan bosan atau, sebaliknya, dengan memperlambat dan bersantai, akan timbul ketakutan bahwa mereka harus terlalu fokus pada pikiran atau perasaan yang ada di dalam diri mereka,” kata Schirripa.

Pilihan Editor: 6 Cara Mengatasi Stres dengan Perawatan Diri

HEALTHLINE

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."