Daftar Desainer Fashion Perempuan di Indonesia, dari Diana M Putri hingga Stella Rissa

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Diana M. Putri. Dok Pribadi

Diana M. Putri. Dok Pribadi

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Jagat mode Indonesia tak lepas dari karya para fashion designer atau desainer fashion perempuan. Karya mereka tak hanya eksis di Indonesia, tetapi juga mencuri perhatian di ajang internasional. Mulai dari dikenakan oleh selebritis mancanegara hingga melenggang di karpet merah ajang bergengsi seperti Festival Film Cannes. 

Siapa saja para desainer perempuan Indonesia yang karyanya terus melekat? Simak ulasan Cantika berikut ini: 

1. Obin 

Obin/ Josephine Werratie Komara. Dok. TEMPO/Yosep Arkian

Perempuan bernama lengkap Josephine Werratie Komara atau lebih dikenal sebagai Obin, memulai hobinya mengkoleksi kain-kain vintage dari seluruh Indonesia sejak tahun 1970-an. Pencarian Obin untuk menemukan helaian kain antik untuk koleksinya, menyadarkan Obin bahwa kekayaan warisan Indonesia dalam bidang tenun dan proses pencelupan tradisional semakin tenggelam ditengah-tengah maraknya produksi skala besar yang menggunakan mesin.

Walaupun sebenarnya beberapa pengrajin senior pakaian tradisonal masih ada dan berjuang untuk tetap mempertahanan tradisi, namun sayangnya sebagian menyerah atau sudah tidak mampu lagi untuk melanjutkan pekerjaan karena usia yang lanjut. Tapi Obin tidak tinggal diam dan meratapi pudarnya seni berharga Indonesia itu. Dengan hanya beberapa pemintal dan penenun saja, Obin dan timnya mulai merancang dan membuat pakaian di akhir tahun 70an.

Dan pada tahun 1986, BIN house membuka toko pertamanya di Jakarta, yang tidak lama kemudian diikuti oleh pameran-pameran di Jepang dan tentu saja Indonesia. Tahun berikutnya, BIN house mengikuti International Textile Design Contest yang diselenggarakan di Tokyo, Jepang, dan memenangkan juara pertama dari karyanya yaitu ikat piece yang sepenuhnya ditenun menggunakan tangan. Saat ini, pembuatan batik adalah fokus utama dari BIN house, dengan Obin yang tidak pernah berhenti untuk melanjutkan pencarian dan eksperimennya dalam pembuatan batik.

Sebagai "Tukan Kain", Obin senantiasa melakukan terobosan-terobosan dalam karyanya. Mulai dari ikat tenunan tangan, hingga tenunan yang menggunakan berbagai jenis serat seperti sutera dan katun, dari yang tebal tingga yang sangat halus. Kreasi busana-busana BINhouse dikerjakan dengan penuh kontemplasi, dan teknik-teknik ketrampilan kriya yang tinggi. Setiap busana membutuhkan waktu yang sangat lama dalam pengerjaannya.

2. Intan Avantie 

Intan Avantie. Dok.(instagram.com/intanavantie.inav)

Eufrasya Citra Intan Avantie, yang lebih dikenal sebagai Intan Avantie (lahir 17 November 1984) adalah seorang perancang busana berkebangsaan Indonesia. Ia merupakan putri dari pasangan Didiek WS dan Anne Avantie. Mulai menelusuri bakat dan minatnya sejak masih usia belia, kelas V sekolah dasar, tetapi serius menekuni sejak SMA. Pekerjaan pertama yang diterimanya adalah rancangan busana untuk seorang wisudawan, dengan dihargai Rp 150.000.

Sejak tahun 2006, karya rancangan Intan telah dikenakan oleh 10 besar hingga 3 besar kontes kecantikan Puteri Indonesia. Beberapa selebriti yang pernah mengenakan rancangannya antara lain Gita Gutawa, Bunga Citra Lestari, Dewi Gita, Lea Simanjuntak, Rossa, Nadine Chandrawinata, Artika Sari Devi, Sherina, dan lain-lain

3. Ghea Panggabean

Ghea Panggabean. Dok. https://www.instagram.com/gheafashionstudio

Sejarah mode Indonesia mencatat kiprahnya di tahun 80-an saat kebanyakan orang mulai terbuai dengan gaya berbusana ala Barat. Ghea, perempuan indo tamatan sekolah mode di Chelsea Academy of Fashion, London ini justru mengusung tradisi Indonesia dalam rancangannya. 

Namun siapa sangka, sesuatu berbau etnik yang mulanya dianggap kuno dan tak menarik, mampu disulapnya menjadi karya yang cantik, dinamis, sekaligus klasik. Dia percaya bahwa kerja keras akan membuka banyak pintu kesempatan dan keberuntungan. “Follow your heart, do the best,” prinsipnya. 

Pada 2020 lalu Ghea Panggabean merilis buku Asian Bohemian Chic: Indonesian Heritage Becomes Fashion untuk memperingati 40 tahun berkarya sebagai perancang busana.

Peluncuran buku ini sempat tertunda beberapa waktu seiring dengan kondisi pandemi dan beberapa kegaduhan yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. "Passion menjadi alasan saya bertahan sebagai perancang busana selama 40 tahun," kata Ghea.

Passion itu juga yang membawa perempuan kelahiran Rotterdam ini tetap fokus sebagai perancang busana yang hanya memanfaatkan ragam wastra Indonesia. Salah satu jenis wastra yang paling dicintai oleh Ghea Panggabean adalah kain jumputan dari Sumatra Selatan.

Menurut Ghea, penyematan identitas sebagai Ratu Jumputan ini dimulai pada awal 80-an. Ghea kala itu sangat senang dengan gaya heritage dan gaya bohemian yang lebih muda dan merakyat. "Terus saya jatuh cinta dengan kain jumputan yang saya pakai terus-terusan dan semua orang mengomentari dan memuji kain tersebut,” tuturnya.

Konsistensi Ghea pun membuahkan hasil, hingga akhirnya Ghea meraih penghargaan dari Asean Designer Show di Singapore pada 1986 karena mengangkat jumputan. Tak hanya jumputan, kini Ghea juga cinta pada keindahan motif lain. Sebut saja tenun Sumba dan Flores dari Nusa Tenggara Timur dan kain gringsing dari Bali.

"Keunikan kain Indonesia inilah yang terus memotivasi saya berkarya. Keunikan yang masing-masing punya perbedaan dan ciri khas yang indah," ungkap Ghea.

Buku tersebut turut mengupas pengalaman masa kecil Ghea di Belanda dan Jerman. Akibat sering berkunjung ke museum dan membaca berbagai buku tentang kekayaan Indonesia, juga memicu kecintaan Ghea pada budaya Indonesia. Beranjak remaja, dia pun melabuhkan pilihan di Lucie Clayton College of Dress Making, dan Chelsea Academy of Fashion, London, sebagai tujuan mendalami studi fashion design.

4. Mel Ahyar

Desainer, Mel Ahyar. Dok. Mel Ahyar

Nama Mel Ahyar sangat familiar di kalangan selebritas yang sering mengenakan karyanya. Salah satu signature style-nya ialah menggunakan elemen wastra sebagai look utama. 
Prempuan kelahiran Palembang, 22 Februari 1980 ini mengaku tidak memiliki cita-cita menjadi desainer sedari kecil, bahkan ia elum tahu bahwa desainer fashion adalah sebuah profesi.

Bidang arsitektur menjadi pilihan Mel untuk melanjutkan jenjang pendidikannya selepas SMA. Namun, belum satu tahun menempuh bangku perkuliahan di jurusan Arsitek di ITB, Mel diminta orangtuanya kembali ke Palembang untuk membantu bisnis mereka di sana.

Munculnya desainer-desainer muda seperti Oscar Lawalata membuat Mel terinspirasi. Saat itulah Mel memutuskan untuk masuk sekolah ESMOD Jakarta pada tahun 2001. Selama 3 tahun bersekolah di ESMOD, Mel selalu mencetak prestasi. Pencapaian Mel ialah menerima penghargaan dari kedutaan Prancis.

Mel mengatakan bahwa wastra Indonesia, kekayaan budaya bangsa yang sarat makna dan nilai estetika, memiliki potensi besar untuk menjadi bintang, baik di kancah nasional maupun internasional. Hal itu terlihat dari tren positif di kalangan anak muda Indonesia yang semakin gemar menggunakan wastra dalam keseharian mereka, didorong oleh kemudahan akses informasi dan inspirasi melalui media sosial.

“Saya yakin sekali wastra Indonesia bisa menjadi bintang di negeri sendiri bahkan di negeri-negeri tetangga,” kata Mel. Ia menuturkan kekayaan jenis wastra dari berbagai daerah di Indonesia menjadi modal untuk mendunia. Pasalnya, dari Sabang sampai Merauke, setiap daerah mempunyai kekhasan wastra yang mencerminkan identitas dan budayanya.

Wastra merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut kain tradisional Indonesia. Wastra umumnya mencerminkan identitas dan filosofi masyarakat di berbagai daerah di Indonesia. Beberapa contoh wastra Indonesia yang dikenal, antara lain batik, tenun, songket dan ikat. “Wastra itu banyak sekali jenisnya. Jangan sampai wastra kita diklaim negara tetangga,” kata Mel.

5. Diana M. Putri 

Diana M. Putri. Dok Pribadi

Diana M Putri yang telah lama bergelut di dunia fashion ini memang sudah terkenal di ranah internasional sebagai perancang busana haute couture yang memadukan aliran glamor, edgy, dan gothic. Dirinya bahkan berhasil memenangkan berbagai penghargaan di ajang fashion luar negeri, termasuk Best Fashion Designer di New York Fashion Week Spring/Summer 2015-2016 dan juara pertama Best Designer in Art Hearts Fashion di Los Angeles Fashion Week Spring/Summer 206-2017.

Karya Diana Putri identik dengan rancangan gaun pengantin dan kreasi busana statement yang menarik perhatian. Maka, tidak mengejutkan bahwa rancangan Diana Putri mampu menarik perhatian banyak klien bahkan artis papan di Indonesia hingga Hollywood.

Selain anggota Blackpink, artis Korea Selatan lain yang pernah mengenakan karya Diana Couture adalah Minzy, mantan anggota 2NE1. Pada sebuah pemotretan, Minzy pancarkan pesona modern dan futuristik mengenakan harness top kulit bewarna hitam dari Diana Couture yang dipadankan dengan celana blue metallic.

6. Monica Ivena

Monica Ivena. Dok.monicaivena.com

Monica merajut mimpinya menjadi perancang busana sejak berusia 19 tahun. Busana pertama yang ia buat adalah gaun untuk ibundanya. Adapun bagi klien, yang pertama kali dibuatnya adalah gaun selutut berwarna ungu. "Keduanya dibuat dengan mesin jahit yang saya beli dari mengumpulkan uang jajan," kata dia.

Sejak duduk di bangku sekolah dasar, Monica memang tertarik kepada segala hal yang berbau menggambar. "Dari gambar itu sering saya buat pin, terus dijual ke teman-teman," kata dia. Tak dinyana, pin yang dijual cebanan itu laku keras. Uang hasil berjualan ia tabung, terkadang ia gunakan untuk membeli barang idaman.

Dia membulatkan cita-citanya saat berusia 15 tahun. "Saya sudah tahu apa yang saya mau, jadi untuk apa berlama-lama," kata perempuan yang hanya butuh setahun untuk menyelesaikan bangku sekolah menengah atas tersebut. Lulus sekolah menengah atas, dia lantas lanjut kuliah di Raffles Design Institute Singapore, mengambil jurusan fashion merchandising, setelah berhasil meyakinkan ayahnya.

Monica adalah bungsu dari tiga bersaudara. Pilihannya menekuni dunia fashion sempat tak direstui oleh ayahnya, yang menginginkan anak kesayangannya itu mewarisi usaha keluarga. Sang ayah juga menginginkan Monica meniru jejak kedua kakaknya berkuliah di Kanada.

Meskipun lahir dari kalangan berada—keluarganya tinggal di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara—Monica tak ingin terus-menerus hidup nyaman dari keringat orang tua. Sejak kecil, dia sering mendampingi ayahnya untuk urusan bisnis. Sesekali dia yang menjembatani komunikasi antara sang ayah dan mitra asingnya. Maklum, ayahnya tidak gape berbahasa Inggris. "Saya jadi tahu, anak-anaknya hidup sangat nyaman dari capeknya ayah, capek sekali. Belum lagi kalau kuliah jauh, siapa yang akan merawat mereka," kata Monica.

Sang ayah mengabulkan permintaan Monica, tapi tampak masih ragu-ragu pada awalnya. "Saya boleh ambil jurusan fashion merchandising, bukan fashion design, karena siapa tahu saya berubah pikiran," kata Monica, yang berhasil lulus kuliah hanya dalam dua tahun. Setamat kuliah, Monica merasa makin mantap. Tapi, lantaran merasa bekalnya belum cukup, ia mengambil kursus di Lembaga Pelatihan Tata Busana Susan Budihardjo—sekolah mode tertua di Indonesia—yang berlokasi di Cikini, Jakarta Pusat.

Kini, Monica Ivena dikenal sebagai perancang baju pengantin papan atas. Ia telah bermetamorfosis dari penjahit dengan bayaran ratusan ribu rupiah per gaun menjadi perancang dengan karya yang dihargai puluhan juta rupiah. Sederet selebritas, termasuk Chelsea Olivia, pun menjadi langganannya. Dalam fashion show tunggal perdananya di Sheraton Grand Jakarta Gandaria City, Mei lalu, sekitar 500 tamu mengisi daftar hadir. "Ini bukan cuma berkat kerja keras, tapi juga doa yang selalu saya panjatkan setiap memulai seluruh aktivitas," kata dia.

Monica bukan hanya perancang yang gigih. Dia pun memperlakukan setiap klien dengan spesial, sehingga klien seperti menjadi sahabat barunya. Tak jarang beberapa pelanggan malah meminta bantuannya menyusun rencana pernikahan. "Mereka sampai bawa-bawa list, terus minta saran mana yang bisa dicoret untuk menghemat anggaran," kata dia, terbahak.

7. Era Soekamto 

Desainer batik dan culture enthusiast, Era Soekamto/Foto: Instagram/Era Soekamto

Nama desainer Era Soekamto sangat melekat dengan batik dan kebaya. Kedua karya warisan bangsa Indonesia ini berhasil ia menaikkan pamornya ke panggung fashion internasional melalui sentuhan khas Nusantara. Koleksi Era juga sering menghiasi catwalk Jakarta Fashion Week. Era dikenal tidak hanya mencinta kain Indonesia sebagai bagian dari adibusana, tetapi ia juga peduli pada kebudayaan Jawa lainnya.

Perempuan kelahiran Lombok, 3 Mei 1976 ini dikenal sebagai perancang busana batik dan kebaya. Sejak kecil Era dibesarkan oleh keluarga yang mencintai budaya dan kain Indonesia. Ibunya adalah ibu rumah tangga yang mengoleksi kain dan sering menuturkan makna setiap kain yang tersimpan dalam lemarinya. Kini, Era menjadi sosok yang peduli, konsisten, dan melestarikan warisan budaya Indonesia, terutama budaya Jawa. Baginya, batik dan kebaya bukan hanya komoditas, tapi juga simbol perjuangan.

Era menempuh pendidikannya di LaSalle College of the Arts, yang merupakan institusi seni dan desain pasca-sekolah menengah publik di Singapura. Setelah lulus, ia berkesempatan untuk mengajar di LaSalle College Jakarta, sebagai pengajar fashion design selama 9 tahun. Tak lama kemudian ia menjadi program director dan pengajar di Indonesia International Fashion institute pdaa tahun 2006-2008. Tak berhenti di sana, Era menjadi fashion designer dan creative director di PT Urban Crew Indonesia pada tahun 1997. Pada tahun 2012 ia dipercaya untuk menjadi Direktur Kreatif Iwan Tirta Private Collection.

Karya-karya telah Era buat berhasil meraih berbagai penghargaan, di antaranya adalah Runner Up Indonesia Young Designer Contest (Jakarta), Runner Up Asian Young Designer Contest (Singapore), dan Best Up-coming Designer by A+ Magazine.

8. Peggy Hartanto 

Peggy Hartanto (tengah). Dok. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc/15.

Peggy Hartanto adalah merek pakaian wanita kontemporer yang berbasis di Indonesia yang didirikan pada tahun 2012 oleh tiga bersaudara Petty, Peggy, dan Lydia Hartanto. Merek ini terkenal karena estetika desainnya yang progresif, yang menampilkan elemen organik, unik, dan surealis. Karya-karyanya yang feminin namun dinamis dirancang untuk merayakan wanita modern yang multidimensi, memberdayakan mereka dengan siluet yang sadar tubuh.

Wanita modern didefinisikan oleh berbagai peran dan ekspresi. PEGGY HARTANTO merangkul kompleksitas ini dengan menciptakan karya-karya berani yang mendorong wanita untuk mengekspresikan individualitas mereka dan memanfaatkan ruang. Komitmen merek terhadap konstruksi yang presisi memastikan kesesuaian yang sempurna, yang memungkinkan polanya sesuai dengan bentuk tubuh. \\
Dedikasi terhadap keaslian dan kemampuan beradaptasi ini telah membuat PEGGY HARTANTO mendapatkan pengakuan internasional, termasuk tempat dalam daftar '30 under 30: The Arts' Forbes Asia pada bulan Februari 2016 dan representasi sebagai finalis di International Woolmark Prize Asia 2017.

Sejak kecil, Peggy sudah terpapar dunia seni. Ia banyak berkecimpung di lomba-lomba yang berbau seni, mulai dari menggambar, tari tradisional, figure skating, hingga ballet. Sementara dalam dunia fesyen, Peggy mengaku banyak dipengaruhi oleh ibu dan neneknya yang kerap bersentuhan dengan mesin jahit. “Bahkan, saya mendandani boneka saya dengan kain sisa dari mereka,” tutur Peggy.

Ketika memilih jurusan untuk berkuliah, ia ingin terus menekuni bidang kreatif. Waktu itu ia dihadapkan pada dua pilihan, antara jurusan fashion atau arsitektur. Namun pada akhirnya ia memilih jurusan fashion design di Raffles College of Design and Commerce, Australia.

“Selama berkuliah di Australia, saya berusaha menyerap sebanyak-banyaknya pengalaman karena saya sadar bahwa berkuliah di sana membutuhkan dana yang tidak sedikit,” kata perempuan yang masuk dalam daftar ‘30 under 30: The Arts’ oleh Forbes Asia pada Februari 2016 itu.

Peggy tak ingin menyianyiakan kesempatan yang perlahan terbuka itu. Ia aktif mengikuti kompetisi dan project di luar kampus. Bahkan, ia lulus dengan predikat Best Student in fashion design dan berkesempatan internship di Collette Dinnigan–salah satu desainer ternama di Australia. “Dengan pengalaman tersebut, saya memiliki cita-cita untuk membuat label Ready-To-Wear sendiri di Indonesia,” lanjutnya.

Kesempatan untuk meluncurkan label PEGGY HARTANTO pun akhirnya datang saat ia kembali ke tanah air. Kala itu, ia diundang oleh alumni kampus untuk mewakili almamater di ajang Jakarta Fashion Week 2012.

Merek eponim PEGGY HARTANTO memang diambil dari namanya. Namun sebagai bisnis fesyen, label tersebut tak hanya dikelola Peggy seorang. Kedua saudaranya, Lydia Hartanto dan Petty Hartanto juga turut andil di dalamnya.

Koleksi PEGGY HARTANTO mulai dikenal dunia internasional sejak label ini bekerja sama dengan agensi public relationship yang berbasis di Amerika Serikat, yaitu Brooklyn PR. Selain Beyonce, sederet selebriti Hollywood lain yang pernah mengenakan busana rancangan Peggy, seperti Giuliana Rancic, Amanda Schull, Gigi Hadid, Bella Thorne, Amanda Joy Michalka, dan sebagainya.

“Ada begitu banyak momen ‘wow’ selama karier kami. Mungkin yang paling menonjol adalah saat pertama kali melihat busana kami dikenakan oleh Giuliana Rancic di televisi selama acara 'E! News’, saat dikenakan oleh Amanda Schull di Suits, Gigi Hadid, dan Beyonce,” kata Peggy ketika ditanya yang paling membanggakan saat karya dikenakan oleh siapa.

Peggy mengungkapkan setiap koleksi juga merupakan cerminan tonggak sejarah dari merek PEGGY HARTANTO. Misalnya, koleksi SS12 UNSEEN yang pertama kali dibuat merupakan koleksi yang dihasilkan pada saat Peggy menggali kedalaman “DNA” PEGGY HARTANTO.

Koleksi lainnya, seperti SS15 merupakan koleksi yang pertama kali dibawa ke Paris dan PF16 merupakan koleksi pertama yang ditampilkan dalam ajang Dewi Fashion Knight–salah satu peragaan busana prestisius di Indonesia.

9. Rinda Salmun  

Rinda Salmun (kanan). instagram.com

Rinda Salmun lulus dengan gelar sarjana di bidang Seni Rupa dari Institut Teknologi Bandung, Indonesia, di mana ia mengkhususkan diri dalam seni lukis dan studi estetika. Fashion selalu menjadi salah satu minat terbesarnya, di mana dia kerap menggunakan beberapa elemen yang dipengaruhi mode ke dalam lukisannya. 

Setelah lulus, Rinda Salmun kemudian menyelesaikan gelar Master di bidang Fashion di Ravensbourne College, London. Rinda menjajaki Indonesia, Singapura, dan London, dari Giles Deacon, Giorgio Armani, Natascha Stolle untuk Fashion East untuk meniti pengalamannya di bidang fashion.

Karya Rinda terpilih dan mendapat penghargaan di beberapa ajang fashion bergengsi global, seperti Fashion Mavericks selama London Fashion Week 2010 dan Ringstassen Gallerien Award di Wina bersama NotJustALabel.com, pertunjukan kolektif di Jakarta Fashion Week, Indonesia Fashion Week, Long Angeles Fashion Week, Taipei in Style, Malaysia Fashion Week, dan proyek kolaborasi lintas industri lainnya dengan merek terkemuka di industri di Indonesia. Selain itu, koleksi Rinda juga ditampilkan di beberapa publikasi termasuk buku Alt Cramer's Fashion: 2, sebagai salah satu desainer untuk ditonton di masa depan.

RTW Studio merek Rinda Salmun yang didirikan pada tahun 2017. RTW Studio berfokus pada karya desainer siap pakai dengan harga terjangkau yang menampilkan desain printing eksklusif oleh Rinda Salmun untuk pakaian sehari-hari, pakaian kerja, dan pakaian santai.

10. Stella Rissa

Stella Rissa. Foto: Document/Stella Rissa

Pada tahun 2008, debut Stella  Rissa ‘Dancing in the Rainbow’ meluncurkan label eponim STELLARISSA. Dikenal sebagai desainer muda Indonesia pertama yang memelopori koleksi yang bersih dan dapat dikenakan—di tengah era trendi pakaian berhias tebal—Stella mempersembahkan gelombang karya visioner yang segar dan baru. Paparan media yang luar biasa dari pertunjukan perdana ini meningkatkan pengakuan label di luar negeri, membuatnya diundang untuk berpartisipasi dalam Malaysia International Fashion Week 2008 dan Audi Fashion Festival 2009 di Singapura.

Di Sekolah Internasional LaSalle College, kreativitas, bakat, dan etos kerja yang disiplin membuatnya meraih Penghargaan Mahasiswa Terbaik tahun 2006—penghargaan tersebut mencakup pelatihan di LaSalle College Montréal.

Pada tahun 2014, Stella Rissa mendirikan Studio STELLARISSA di Jakarta Pusat. Momentum yang menentukan bagi label tersebut untuk membangun akarnya, yaitu wanita hebat—bahasa yang memadukan antara tangguh dan lembut. Dilantik menjadi anggota IPMI (Dewan Desain Mode Indonesia) pada tahun 2016, Stella Rissa mendapat pengakuan dan dianggap sebagai salah satu talenta mode tanah air.

Pada tahun 2019, Stella merayakan ulang tahun ke-10 label eponimnya. Desain khas Stella terus memberdayakan dan membangkitkan kepercayaan diri Kliennya, semangat independen Wanita Masa Kini.

Koleksi STELLARISSA pada debut Jakarta Fashion Week 2010 menampilkan portofolio yang matang dan canggih. Akibatnya, ia memperoleh gelar sebagai Dewi Fashion Knight—penghargaan tahunan Majalah Dewi untuk desainer berprestasi di Industri ini. Koleksi bertajuk ‘Woman Possession’ ini merepresentasikan sudut pandang modern dan kontemporer.

Pada tahun 2022, Stella menandai debutnya dalam peragaan koleksi Future Couture sebagai penerima Dewi Fashion Knights 2023 di JFW 2023. Kini, karya Stella semakin cemerlang dengan unjuk gigi di ajang bergengsi Festival Film Cannes dikenakan oleh Raline Shah dan Putri Marino. 

Pilihan Editor: Gaya Fashion Asmara Abigail di Berlinale 2023, Anggun Berbalut Dress dari Stella Rissa

JAKARTA FASHION WEEK | MAJALAH TEMPO | TEMPO | ANTARA

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."