Sejarah Ikat Pinggang, dari Status Sosial, Simbol Kekuasaan hingga Fashion Statement

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Ikat pinggang/Foto: Instagram/Voile Leather

Ikat pinggang/Foto: Instagram/Voile Leather

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Apakah kamu termasuk kolektor atau minimal memiliki 1 hingga 2 ikat pinggang? Tahukah kamu jika sabuk atau ikat pinggang sudah ada selama berabad-abad, dan memiliki berbagai fungsi, mulai dari yang praktis hingga yang dekoratif. Meskipun saat ini kita mungkin menganggap sabuk sebagai aksesori fashion, sejarahnya berakar kuat pada kegunaan dan fungsi. 

Awal Mula Kegunaan Ikat Pinggang

Penggunaan ikat pinggang paling awal yang diketahui berasal dari Zaman Perunggu, sekitar 3300–1200 SM. Sabuk ini terutama terbuat dari serat tanaman atau kulit binatang dan digunakan untuk menahan pakaian atau membawa perkakas. Dalam peradaban kuno seperti Mesir, Mesopotamia, dan Roma, ikat pinggang sering kali menjadi tanda pangkat atau status sosial. Prajurit dan perwira memiliki berbagai jenis sabuk untuk menunjukkan peran mereka, dan ikat pinggang ini sering kali memiliki kantong untuk membawa senjata atau barang penting lainnya.

Era Abad Pertengahan: Ikat Pinggang sebagai Simbol Kekuasaan

Selama periode abad pertengahan, ikat pinggang mengambil peran yang lebih simbolis. Para ksatria akan mengenakan sabuk yang rumit sebagai tanda kebangsawanan mereka, yang sering dihiasi dengan logam mulia dan permata. Ikat pinggang juga merupakan tempat untuk menggantungkan pedang seseorang, menjadikannya bagian penting dari pakaian seorang ksatria. Dalam konteks keagamaan, ikat pinggang digunakan sebagai simbol kesucian dan kemurnian. Para biarawan dan pendeta sering mengenakan ikat pingganng kulit sederhana untuk menandakan sumpah mereka.

Renaisans: Pergeseran ke Mode

Saat kita memasuki era Renaisans, ikat pinggang mulai dilihat lebih sebagai aksesori mode daripada barang keperluan. Para elit kaya akan mengenakan  ikat pinggang berdesain rumit yang terbuat dari kulit berkualitas tinggi dan dihiasi dengan permata. Ikat pinggang ini sering kali lebih menunjukkan status sosial seseorang daripada menahan celana panjang atau membawa peralatan. Wanita juga mulai lebih sering mengenakan sabuk, biasanya sebagai cara untuk mengencangkan pinggang mereka dan menciptakan siluet yang diinginkan.

Revolusi Industri: Produksi Massal dan Aksesibilitas

Revolusi Industri membawa perubahan signifikan dalam produksi barang, termasuk ikat pinggang. Ikat pinggang kulit menjadi lebih mudah diakses oleh masyarakat umum, berkat teknik produksi massal. Pengenalan gesper juga membuat ikat pinggang lebih mudah disesuaikan dan digunakan. Selama periode ini, ikat pinggang beralih dari barang mewah untuk kaum elit menjadi aksesori praktis untuk kelas pekerja.

Abad ke-20 menjadi saksi kuat  ikat pinggang  sebagai bagian penting mode. Seiring dengan maraknya mode siap pakai, sabuk menjadi aksesori populer bagi pria dan wanita. Desainer mulai bereksperimen dengan berbagai bahan, gaya, dan hiasan, menjadikan sabuk sebagai aksesori serbaguna yang dapat melengkapi pakaian apa pun. Akhir abad ke-20 juga menjadi saksi maraknya fashion statement yang dirancang untuk menjadi titik fokus suatu busana, bukan sekadar tambahan yang halus.

Dari Kegunaan hingga Fashion Statement

Saat ini, ikat pinggang memiliki fungsi praktis dan estetika. Sabuk ini hadir dalam berbagai gaya, dari yang sederhana dan fungsional hingga yang rumit dan berhias. Baik Anda mengenakan  ikat pinggang untuk menahan celana jins atau untuk menonjolkan pinggang dalam gaun,  ikat pinggang  kulit telah berkembang jauh dari awal mulanya yang sederhana.

Jadi, lain kali kamu mengenakan ikat pinggang, ingatlah—kamu tidak hanya membuat fashion statement; tetapi juga berpartisipasi dalam tradisi yang telah berlangsung selama ribuan tahun.

Pilihan Editor: Mengulik Fashion Statement Ridwan Kamil di Citayam Fashion Week

MACK BELTS

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."