Saatnya Perempuan Berperan dalam Teknologi Artificial Intelligence

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Stella Christie,  Founder of Yayasan Dian Sastrowardoyo, Dian Sastrowardoyo , Co-founder & CEO of Markoding, Amanda Simandjuntak dalam talkshow Peran Perempuan di Era Digitalisasi dan AI, Selasa, 26 November 2024 di Jakarta/Foto: CANTIKA/Ecka Pramita

Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Stella Christie, Founder of Yayasan Dian Sastrowardoyo, Dian Sastrowardoyo , Co-founder & CEO of Markoding, Amanda Simandjuntak dalam talkshow Peran Perempuan di Era Digitalisasi dan AI, Selasa, 26 November 2024 di Jakarta/Foto: CANTIKA/Ecka Pramita

IKLAN

CANTIKA.COM, JakartaPerempuan Inovasi berkolaborasi secara eksklusif dengan Direktorat Jenderal Vokasi sebagai mitra strategis untuk memberikan peluang lebih besar bagi perempuan yang menempuh atau telah menyelesaikan pendidikan vokasi untuk terlibat dalam pelatihan keterampilan digital. 

Sebagai puncak dari program, Perempuan Inovasi 2024 mengadakan Demo Day pada Selasa, 26 November 2024 sebagai sarana untuk menampilkan hasil pembelajaran dan inovasi yang telah mereka kembangkan selama program. Selain itu, rangkaian acara juga mencakup talkshow bertema “Peran Perempuan di Era Digitalisasi dan AI”. 

Diskusi menyoroti pentingnya pemanfaatan teknologi berbasis kecerdasan buatan atau artificial Intelligence (AI) secara bertanggung jawab dan beretika.Dalam era yang dipenuhi perubahan teknologi, pemerintah memprioritaskan program-program yang memberdayakan perempuan sebagai pilar pembangunan sumber daya manusia (SDM). 

Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah merupakan kolaborasi antara universitas, lembaga penelitian, dan industri dalam pengembangan teknologi yang relevan dengan kebutuhan nasional; termasuk program-program yang mendorong kesetaraan gender dan inklusi sosial. 

Hal ini dikarenakan pemerintah melihat peran perempuan sebagai salah satu pilar penting dalam pembangunan SDM. Menurut Prof. Stella Christie, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi kekurangan representasi perempuan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki dampak berantai. 

Secara khusus, dalam ranah kecerdasan buatan (AI), terutama dengan model bahasa besar (LLM), teknologi ini belajar dari data—data yang sering kali mencerminkan bias yang ada dalam masyarakat.

"Ambil contoh, sebuah pertanyaan sederhana yang diajukan kepada LLM: Berdasarkan data pendapatan orang-orang dengan latar belakang akademis dan pengalaman saya, berapa seharusnya gaji Stella Christie? Karena LLM dilatih dengan data dari dunia nyata, dan karena data tersebut mencerminkan pola sosial—seperti kesenjangan gaji yang terus ada di mana perempuan, meskipun dengan kualifikasi dan pengalaman yang setara, dibayar lebih rendah daripada laki-laki—model ini hampir pasti akan menyarankan gaji yang lebih rendah untuk saya." 

"Inilah yang menunjukkan mengapa representasi, keterlibatan, dan kepemimpinan perempuan dalam pengembangan AI bukan hanya penting, tetapi sangat krusial. Tanpa perspektif yang beragam dalam mengarahkan penciptaan teknologi ini, kita berisiko memperkuat bias-bias yang justru ingin kita hilangkan," kata Stella. 

Tantangan Perempuan di Era Digitalisasi dan Teknologi Berbasis AI 

Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Stella Christie, Founder of Yayasan Dian Sastrowardoyo, Dian Sastrowardoyo , Co-founder & CEO of Markoding, Amanda Simandjuntak dalam talkshow Peran Perempuan di Era Digitalisasi dan AI, Selasa, 26 November 2024 di Jakarta/Foto: CANTIKA/Ecka Pramita

Ada pun salah satu tantangan terbesar perempuan di era digitalisasi dan teknologi berbasis AI berkaitan dengan pendidikan tinggi di Indonesia yang belum optimal. Dalam upaya mengatasi permasalahan tersebut maka pemerintah akan segera menjalankan program yang fokus pada pengembangan keterampilan digital mahasiswa, dengan prioritas khusus bagi perempuan. Oleh karena itu, pemerintah bersama mitra strategis berupaya menyediakan akses pelatihan coding, analisis data, dan pengelolaan proyek digital melalui platform daring bersubsidi atau gratis.

Pemerintah menilai Indonesia harus mengambil peluang pekerjaan baru yang muncul di era perkembangan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) yang semakin masif. AI dapat membantu dalam mengatasi masalah-masalah seperti kemiskinan, pendidikan, dan kesehatan dengan memberikan data dan analisis yang lebih baik. Pemanfaatan AI harus bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menciptakan lapangan kerja baru, memperbaiki kualitas layanan publik, serta mendukung inovasi dan kreativitas.

“Di era digital, keterampilan teknis seperti pemrograman, analisis data, dan pemahaman dasar AI adalah hal yang penting. Namun, soft skills seperti kemampuan berpikir kritis, kreativitas, adaptasi terhadap perubahan, serta kemampuan bekerja dalam tim juga sangat esensial. Hal ini yang juga kami ajarkan kepada seluruh peserta program Perempuan Inovasi untuk melengkapi kemampuan teknis mereka. Dengan dukungan dari berbagai pihak, perempuan dapat lebih mudah mendapatkan akses ke teknologi dan sumber daya yang diperlukan,” tambah Amanda Simandjuntak, Co-founder & CEO Markoding.

Melalui inisiatif ini, Perempuan Inovasi berharap dapat menciptakan generasi perempuan yang siap bersaing di era digitalisasi dan AI. Dian Sastrowardoyo, Founder Yayasan Dian Sastrowardoyo berkomentar pemanfaatan AI harus didasarkan pada nilai moral dan regulasi yang kuat untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan, melainkan optimalisasi demi kemajuan bersama. Penting bagi kita untuk terus meningkatkan literasi digital agar semua orang dapat memahami dan menggunakan AI secara bertanggung jawab”.

Pilihan Editor: Tips Membuat PPT Mudah dan Praktis dengan Bantuan Artificial Intelligence

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."