Media Sosial Bikin Kamu Cemas? Coba Lakukan Ini, Yuk!

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Ilustrasi video viral atau media sosial. Shutterstock

Ilustrasi video viral atau media sosial. Shutterstock

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Kita semua tahu bahwa penggunaan media sosial dianggap buruk bagi Anda. Kebiasaan menggunakan media sosial yang berlebihan dikaitkan dengan kecemasan, depresi, dan FOMO (rasa takut ketinggalan). Bahkan data penelitian internal dari Meta, perusahaan di balik Instagram dan Facebook, pun setuju. Namun, selama dekade terakhir, media sosial telah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Sulit membayangkan hidup tanpanya.

Kaum muda dewasa sangat rentan: 80 persen dari mereka menggunakan media sosial setiap hari, menghabiskan waktu hampir tiga jam per hari untuk menggunakannya. Bagi banyak orang, menggulir media sosial adalah hal pertama yang mereka lakukan saat bangun tidur dan hal terakhir sebelum tidur.

Di sisi positifnya, media sosial juga dapat membantu orang terhubung dengan teman dan keluarga. Hal ini khususnya berlaku bagi orang dengan identitas minoritas atau terstigma: media sosial dapat membantu mereka menemukan komunitas yang mirip dengan mereka, yang mungkin tinggal jauh. Jadi, apa yang harus kita lakukan? Apakah satu-satunya jawaban bagi kita adalah berhenti menggunakan media sosial sama sekali? Atau, mungkinkah kita belajar cara menggunakan media sosial dengan cara yang lebih cerdas?

Sebuah studi baru dari lab kami, Promoting Equitable, Affirming Relationships Lab di University of British Columbia, menunjukkan bahwa hal itu tidak hanya mungkin, tetapi juga bahwa menggunakan media sosial secara sengaja sebenarnya dapat meningkatkan kesejahteraan. Temuan studi tersebut menyoroti potensi media sosial untuk menjadi alat yang baik, bukan sumber stres atau rasa cemas.

Beragam alat pengendalian diri digital seperti mekanisme penguncian dan pengatur waktu ada untuk membantu kita mengurangi penggunaan media sosial, tetapi kami bertanya: bagaimana jika sekadar menggunakan media sosial secara berbeda dapat memaksimalkan dampak positifnya dan meminimalkan dampak negatifnya dalam kehidupan kita?

Menggunakan media sosial untuk manfaat maksimal

Dalam studi enam minggu kami, 393 orang dewasa muda Kanada dengan beberapa gejala kesehatan mental dan kekhawatiran tentang dampak media sosial pada kehidupan mereka dibagi menjadi tiga kelompok:

1. Kelompok kontrol yang melanjutkan rutinitas mereka seperti biasa

2. Kelompok abstinensi diminta untuk berhenti menggunakan media sosial sepenuhnya

3. Kelompok program pendidikan yang dilatih dalam penggunaan yang disengaja

Program edukasi tersebut menunjukkan kepada orang-orang cara menghindari hal-hal negatif — seperti merasa tertekan untuk terlihat atau bertindak dengan cara tertentu secara daring — dan sebaliknya berfokus pada hal-hal yang baik. Untuk melakukan ini, kami menekankan kualitas daripada kuantitas dalam interaksi media sosial. Peserta membangun lingkungan daring yang lebih sehat dengan menonaktifkan atau berhenti mengikuti akun-akun yang memicu rasa iri atau perbandingan diri yang negatif, dan dengan memprioritaskan persahabatan dekat.

Alih-alih menggulir secara pasif, mereka didorong untuk terlibat secara aktif dengan teman-teman dengan berkomentar atau mengirim pesan langsung — perilaku yang cenderung memperdalam hubungan yang bermakna sekaligus membantu pengguna merasa lebih didukung secara sosial. Kami juga meminta semua peserta untuk melacak waktu penggunaan layar mereka dan memberi tahu kami tentang kesejahteraan mereka.

Studi tersebut menemukan bahwa peserta yang berhenti menggunakan media sosial atau berpartisipasi dalam program pendidikan tentang penggunaan media sosial yang disengaja mengalami peningkatan kesehatan mental mereka.

Pilihan Editor: Mengapa Orang yang Egois Sangat Bergantung pada Media Sosial?

HINDUSTAN TIMES

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."