TEMPO.CO, Jakarta - Program Keluarga Berencana berkaitan dengan penurunan Angka Kematian Ibu atau AKI. Angka kematian ibu dihitung berdasarkan jumlah ibu yang meninggal selama hamil, melahirkan, sampai nifas. Di Indonesia, angka kematian ibu sebanyak jumlah 259 - 305 per 100 ribu kelahiran. Angka ini jauh dari target yakni 102 per 100 ribu kelahiran.
Baca juga:
Persiapan yang Penting Dilakukan Calon Ibu Sebelum Hamil
Sulit Hamil? Ikuti 3 Program buat yang Ingin Punya Anak
Guru Besar Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia, Prof. Dr. Biran Affandi, SpOG(K) mengatakan perilaku reproduksi menjadi penyumbang angka kematian ibu terbesar. "Perilaku reproduksi itu meliputi 4T, yaitu terlalu banyak, terlalu rapat, terlalu muda, dan terlalu tua," kata Biran dalam diskusi "Keluarga Berencana untuk Menurunkan Kematian Ibu" bersama Forum Ngobras di Jakarta.
Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia tahun 2012 menunjukkan sekitar 32,5 persen angka kematian ibu terjadi akibat melahirkan terlalu tua dan terlalu muda. Sementara sekitar 34 persen akibat hamil karena terlalu banyak, yakni lebih dari 3 anak.
Ilustrasi hamil kembar. shutterstock.com
Data dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta menunjukkan sebagian besar angka kematian ibu akibat melahirkan terlalu muda. "Karenanya peran keluarga berencana sangat penting dalam menurunkan angka kematian ibu. Jika KB gagal maka angka kematian ibu tidak akan turun," ucap Biran. Survei Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional 2015 menunjukkan sebanyak 51 persen remaja putri di perkotaan sudah melakukan hubungan seksual dan di pedesaan mencapai 40 persen.
Ketika terjadi kehamilan yang tidak diinginkan, mereka tidak memiliki kesempatan menjadi remaja, tetapi langsung berperan sebagai ibu dengan segala kompleksitasnya. Sementara itu, menurut Biran, perempuan disarankan hamil pada usia 20-35 tahun.
Pada usia itu, Biran menjelaskan, perempuan sudah siap secara fisik dan mental. "Fakta lain yang tak kalah penting, persalinan anak pertama dengan anak kedua adalah yang paling rendah risikonya, dengan jarak antarkehamilan minimal 2 tahun," katanya.