TEMPO.CO, Jakarta - Perceraian akan berdampak pada seluruh anggota keluarga. Ayah-ibu berpisah, dan anak-anak terpaksa memilih akan ikut siapa. Psikolog klinis dari Universitas Indonesia, Dessy Ilsanty, mengatakan, pada dasarnya anak bisa memahami situasi keluarga yang lengkap dan tidak, di mana ada ayah dan ibu serta siapa yang mengisi peran itu.
Baca juga:
Suami Gugat Cerai, Bagaimana Cara Beri Tahu Anak
Berebut Hak Asuh Anak, Ayah Bunda Ingat Satu Prinsip Penting
"Bila tidak ada salah satu, apakah ayah dan ibu baik secara fisik maupun peran, anak akan merasa tidak lengkap,” ujar Dessy kepada Tempo. Ketika suami-istri hendak atau sudah bercerai, dia menjelaskan, ada dua hal yang bisa jadi berkecamuk di dalam pikiran anak.
Pertama, anak merasa dialah faktor penyebab perceraian sehingga menyalahkan diri sendiri. Kedua, anak menyalahkan satu pihak, entah ibu atau ayahnya, yang dianggap memicu keretakan rumah tangga. Tentu dua dampak tersebut tidak baik untuk perkembangan karakter anak.
Ilustrasi anak depresi/murung. Shutterstock.com
“Tapi dampak ini bukan harga mati. Jangan dianggap kalau suami-istri bercerai maka anak-anak akan kacau balau," kata Dessy. "Mungkin anak merasa tidak akan seperti teman-temannya yang memiliki keluarga harmonis, tapi belum tentu menjadi kacau."
Untuk menghindari dampak buruk ini, Dessy menyarankan agar kalaupun suami-istri terpaksa berpisah, lakukan secara baik-baik, dan tetaplah menjaga hubungan silaturahmi. Bicarakan keadaan dan segala kemungkinan kepada anak, serta pastikan bahwa semua masih keluarga meski sudah tidak tinggal bersama. Dengan begitu, anak tetap mendapat kepastian kendati orang tuanya bercerai.
ASTARI PINASTHIKA SAROSA