TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu langkah penting untuk mencegah difteri adalah dengan melakukan vaksinasi. Walaupun sudah terbukti aman dan penting untuk mencegah menyebarnya penyakit, banyak yang merasa kalau vaksin itu tidak aman untuk kesehatan, bahkan tak sesuai dengan prinsip agama.
Baca juga:
Difteri Rentan pada Anak, Ketahui Cara Penularan dan Mencegahnya
Sebagian orang yang antivaksin beralih ke pengobatan herbal karena mereka mengira khasiat dan cara kerjanya akan sama seperti vaksin. Dokter spesialis anak Soedjatmiko menjelaskan mengganti vaksin dengan obat herbal jelas keliru.
"Negara-negara ahli herbal, seperti Cina dan negara di Latin Amerika juga melakukan imunisasi. Herbal itu seperti pagar yang melindungi tubuh, tapi kekebalan spesifik individual hanya bisa ditingkatkan dengan vaksin,” kata Soedjatmiko yang juga Sekretaris Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) di Jakarta, Jumat 12 Januari 2018.
Seorang pelajar mendapatkan Imunisasi Campak di sekolah dasar negeri 03 Karanganyar, Sukoharjo, Jawa Tengah, 3 Agustus 2017. Pemberian imunisasi tersebut akan dilaksanakan dalam dua fase yaitu Agustus hingga September 2017 di seluruh wilayah di Pulau Jawa seta Agustus hingga September 2018 di seluruh provinsi luar Pulau Jawa. Tempo/Bram Selo Agung
Soedjatmiko mengatakan kekhawatiran akan vaksin palsu hanya ada di beberapa daerah. Sekarang, mereka yang merasa mendapatkan vaksin palsu dapat menerima vaksin gratis dari Kementerian Kesehatan. Sebab itu, kejadian tersebut sebaiknya tidak mendorong orang untuk menghindari vaksinasi, terutama bagi orang tua yang khawatir memberikan vaksin kepada anak-anaknya.
Kini semakin banyak orang tua dan sekolah yang tidak setuju melakukan imunisasi pada anak karena takut demam, bengkak, dan karena informasi sesat yang menyatakan vaksin itu berbahaya. “Sekitar 65,12 persen penduduk Indonesia telah melakukan vaksinasi, dan diharapkan mencapai 90 persen di akhir Januari,” ujar Menteri Kesehatan Nila F Moeloek seraya menambahkan isu tentang vaksinasi ini juga sudah dibawa ke Kementerian Agama untuk dievaluasi.
ASTARI PINASTHIKA SAROSA