TEMPO.CO, Jakarta - Penyakit difteri sempat bikin panik masyarakat pada akhir 2017. Difteri adalah penyakit menular yang endemis, dan dapat dicegah dengan melakukan imunisasi.
Baca juga:
Difteri Rentan pada Anak, Ketahui Cara Penularan dan Mencegahnya
Memasuki awal 2018, belum ada laporan kasus difteri baru. Namun, melakukan imunisasi menjadi langkah yang penting, terutama untuk anak-anak. Difteri merupakan penyakit berbahaya yang dapat menyebarkan toksin atau racun yang menyerang jantung.
“Sosialisasi sangat penting untuk dilakukan karena ada gerakan yang antiimunisasi atau antivaksin yang bisa berbahaya,” ujar Niken Widiastuti, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika di Jakarta, Jumat 12 Januari 2018.
Pegawai Kementerian Sekertariat Negara saat mengikuti vaksinasi Difteri di Kantor Dharmawanita Persatuan Kemensetneg, Jalan Veteran 17-18, Jakarta, 8 Januari 2018. TEMPO/Subekti.
Difteri adalah penyakit yang menular melalui percikan ludah. Angka kematian yang disebabkan difteri di Indonesia pada 2017 mencapai 4,62 persen. Pasien difteri berumur 5-9 tahun mencapai 33 persen. Sekretaris Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Soedjatmiko, menjelaskan upaya pencegahan yang bisa dilakukan oleh orang tua pada anak.
Baca juga: Difteri: Ganti Vaksin dengan Obat Verbal, Ini Penjelasan Dokter
"Orang tua harus periksa mulut anak. Bila ada lapisan putih tebal, sebaiknya langsung bawa ke dokter untuk diperiksa, diobati, dinetralisir, dan dimatikan racunnya," kata Soedjatmiko. Supaya kuman tidak menyebar, anak yang disangka terkena difteri harus diisolasi. Selain anak, dia menjelaskan, orang tua, saudara, kakek, nenek, tetangga, dan tenaga perawat juga harus melakukan vaksinasi agar tidak menyebar lebih jauh lagi.
ASTARI PINASTHIKA SAROSA