CANTIKA.COM, Sorong - Salah satu jenis pekerjaan yang sangat jarang digeluti oleh perempuan adalah menjadi nakhoda kapal. Hettie Geenen, seorang perempuan asal Belanda mendongkrak anggapan itu. Perempuan 56 tahun ini adalah kapten kapal Rainbow Warrior Greenpeace.
Selama tiga hari, Tempo naik kapal Rainbow Warrior Greenpeace yang dikomandoi Hettie Geenen. Di ruang kemudi dia lugas memberikan perintah. Pun di luar sana, dia luwes bercengkrama dengan 15 awak kapal yang berasal dari Hong Kong, Thailand, Fiji, Meksiko, Kolombia, Jerman, dan Kanada.
Awalnya, tak terbersit sedikitpun niat Hettie Geenen untuk menjadi kapten. Dia lebih menikmati pekerjaan sebagai chief mate alias pembantu kapten. Baginya, kerja chief mate mengasyikkan karena lebih banyak berinteraksi dengan anak buah kapal dan aktif di lapangan.
Hingga pada satu waktu saudaranya memberikan sudut pandang berbeda. "Saudara perempuan saya mengatakan, 'kalau jadi chief mate terus, apa kepuasan yang kamu dapat di usia 80 tahun nanti?'."
Hettie Geenen, Kapten perempuan Kapal Rainbow Warrior Greenpeace, di Sorong, Papua Barat, Senin 19 Maret 2018. TEMPO/Astari P Sarosa
Pertanyaan itu membuat Hettie Geenan berpikir kembali. Kapten adalah jabatan tertinggi di kapal, dan secara tak langsung saudara perempuannya itu menyadarkan itulah posisi puncak yang harus diraihnya. "Saya jadi berpikir, mungin saya akan merasa bahagia bila pernah merasakan jadi kapten,” ujar Hettie Geenen di perairan Sorong, Papua Barat, Senin 19 Maret 2018.
Setelah mendapat masukan itu, Hettie Geenen mendaftar sebagai kapten di tiga kapal Greenpeace, yaitu Rainbow Warrior, Esperanza, dan Arctic Sunrise. Pada 8 Maret 2016, dia dipercaya menjadi kapten kapal Greenpeace Rainbow Warrior.
"Bagi saya, ini adalah pekerjaan terbaik karena bisa keliling dunia dan menjadi saksi berbagai peristiwa," ucapnya. "Saya miris melihat banyak plastik di air, polusi, karang yang memutih. Di sisi lain, saya melihat keindahan bumi dan saya senang menjadi bagian dari itu."
Hettie Geenen mengenal dunia maritim saat masuk sekolah pelayaran di usia 14 tahun. "Saya bahkan tak ingat kenapa saya bisa jatuh cinta kepada laut," ucap Hettie Geenen seraya tertawa. Sebab tak ada satupun anggota keluarganya yang bekerja sebagai pelaut. Kampung halamannya di Belanda juga terletak jauh dari pantai.
Hettie Geenen, Kapten Kapal Rainbow Warrior, dan Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan, di Kapal Rainbow Warrior, di Sorong, Papua Barat, Sabtu 17 Maret 2018 (Tempo/Astari P Sarosa)
Meski begitu, dia mempelajari dan menjalani segala sesuatu tentang berlayar. Setelah lulus dari sekolah pelayaran, Hettie Geenen menjadi instruktur berlayar dan kapten kapal wisata yang biasanya membawa anak sekolah dan wisatawan yang menyewa untuk tamasya.
Selama 12 tahun Hettie Geenan menjalani pekerjaan itu dan dia merasa tidak puas. Hettie Geenen ingin melakukan sesuatu yang lebih berguna dan berdampak untuk publik. Pada 1999 dia memutuskan bergabung dengan Greenpeace. "Sekarang saya melakukan sesuatu dengan tujuan, untuk lingkungan," ucap Hettie Geenen bersemangat.
Saat masuk Greenpeace, Hettie Geenen menjadi chief mate untuk kapal Rainbow Warrior saat melakukan Tur Asia untuk isu bebas racun. Setelah mendaftar sebagai kapten dan diterima, Hettie Geenan pernah menjadi kapten untuk tiga kapal Greenpeace, yakni kapal besar Esperanza, dan kapal khusus perairan dingin atau es, Arctic Sunrise.
Tak mudah melakoni pekerjaan ini karena jauh dari keluarga. Hettie Geenen kerap mengusir sepi dengan membaca buku atau berjalan-jalan di kapal seolah dia sedang melangkah di atas tanah.
Hetiie Geenen bekerja maksimal selama tiga bulan berlayar dan tiga bulan libur. Lama-kelamaan, dia dan keluarga terbiasa dengan semua itu. Terlebih pasangan Hettie Geenen juga seorang pelaut dan mereka menyamakan jadwal berlayar dan libur.