CANTIKA.COM, Jakarta - Beberapa artis ditangkap karena penggunaan narkotika, termasuk ganja. Tak sedikit orang yang menggunakan bahkan menanam ganja dengan alasan kesehatan. Apapun alasannya, tetap perhatikan bahaya penggunaan ganja bagi kesehatan dalam skala lebih besar.
Ganja atau Cannabis sativa mengandung bahan aktif, di antaranya tetrahydrocannabinol (THC), yang memabukkan, membuatnya digolongkan sebagai psikotropika. Banyak orang menggunakan ganja untuk membuat mereka merasa santai atau sangat bahagia (high).
Ganja sering diisap seperti rokok pipa atau rokok lintingan. Selain itu, ada juga yang menggunakan ganja untuk campuran bahan makanan atau diseduh menjadi teh. Beberapa daerah di Indonesia terkenal menggunakan sedikit ganja sebagai bumbu tambahan pada masakan tradisional.
Sementara itu, di sejumlah negara bagian di Amerika Serikat, ganja diperbolehkan dikonsumsi untuk kebutuhan medis. Dokter Kevin Adrian menjelaskan ganja dalam dosis berlebih berdampak buruk bagi tubuh. Apa saja efeknya?
#Paru-paru
Menurut beberapa penelitian, kandungan tar pada ganja hampir tiga kali lipat lebih tinggi dari tembakau. Selain itu, asap ganja juga diduga memiliki kandungan zat penyebab kanker 70 persen lebih banyak dari asap rokok tembakau. Oleh karena itu, risiko terkena kanker paru-paru pun semakin tinggi, terutama jika pemakaian ganja dalam waktu lama, meski hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Jika merokok dengan campuran ganja dan tembakau, risiko penyakit paru-paru akan lebih tinggi.
#Otak
Terlalu lama menggunakan ganja dapat menyebabkan gangguan pada kemampuan berpikir, kehilangan memori, dan menghambat fungsi otak. Penelitian dengan memanfaatkan pemindaian MRI otak menunjukkan adanya perubahan struktur di bagian tertentu pada otak pengguna ganja dalam jangka panjang. Perubahan ini juga mempengaruhi kinerja otak.
#Kesehatan mental
Biasa mengisap ganja diduga memperburuk atau meningkatkan risiko kambuhnya gejala psikotik (psikosis) pada penderita skizofrenia. Selain itu, efek ganja juga bisa menimbulkan halusinasi atau melihat hal-hal yang tidak benar-benar ada, delusi atau percaya dan meyakini hal-hal yang tidak benar, rasa cemas, dan serangan panik. Penggunaan ganja dalam jangka panjang juga memungkinkan seseorang untuk terkena gejala putus obat, yang meliputi insomnia, perubahan suasana hati, dan penurunan nafsu makan. Risiko ketergantungan ganja juga bisa terjadi. Risiko terkena psikosis akan lebih tinggi jika mulai menggunakan ganja di usia remaja, atau memiliki riwayat penyakit mental dalam keluarga.
#Sistem peredaran darah
Beberapa saat setelah mengisap ganja, detak jantung akan bertambah 20-50 denyut per menit. Efek ganja berlangsung sampai tiga jam. Bagi penderita penyakit jantung, detak jantung yang lebih cepat ini bisa meningkatkan risiko serangan jantung. Selain itu, ganja juga dapat menyebabkan naiknya tekanan darah dalam jangka pendek, risiko perdarahan, dan membuat mata menjadi merah karena pembuluh darah lebih lebar.
#Sistem pencernaan
Mengisap ganja dapat menyebabkan rasa menyengat atau sensasi terbakar (rasa perih) di mulut dan tenggorokan. Untuk ganja yang dikonsumsi secara ditelan (oral), maka dapat menimbulkan mual dan muntah. Namun pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi, efek ganja justru terlihat dapat mengobati gejala mual dan muntah.
#Sistem kekebalan tubuh
Ganja bisa membuat sistem kekebalan tubuh melemah. Penelitian juga menunjukkan adanya kaitan antara penggunaan ganja dengan meningkatknya risiko terkena penyakit yang dapat melemahkan kekebalan tubuh, seperti HIV/AIDS. Akibatnya, tubuh menjadi semakin sulit melawan infeksi.
#Kehamilan dan menyusui
Mengisap ganja selama kehamilan dapat mempengaruhi perkembangan otak janin, memperlambat pertumbuhan janin, menyebabkan kecacatan dan gangguan pada janin, serta leukemia. Selain itu, mencampur ganja dan tembakau juga akan meningkatkan risiko bayi terlahir prematur atau terlahir dengan berat badan rendah. Ibu yang mengonsumsi ganja ketika menyusui dapat membuat THC masuk ke dalam ASI. Akibatnya, pertumbuhan bayi akan terhambat.