CANTIKA.COM, Jakarta - Berkaca pada Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas 2018, 48,9 persen atau hampir separuh ibu hamil di Indonesia mengalami anemia. Jumlah itu meningkat dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2013 yang tercatat 37,1 persen dan Riskesdas 2007 sebesar 24,5 persen. Tingginya angka anemia pada ibu hamil berisiko pada kematian ibu dan bayi.
Dokter spesialis kandungan dan kebidanan Ali Sungkar mengatakan, ibu hamil dengan anemia dapat mengalami kehamilan berisiko tinggi seperti preeklampsia dan kelahiran prematur. “Mereka juga berisiko melahirkan anak kekurangan gizi atau stunting,” tutur Ali di acara “Bicara Gizi: Kehamilan Berisiko Tinggi” yang diselenggarakan Danone di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Anemia yang dialami ibu hamil di Indonesia umumnya karena defisiensi atau kekurangan zat besi. Padahal kenyataannya, zat besi dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah yang menjamin sirkulasi oksigen dan metabolisme zat-zat gizi yang dibutuhkan ibu hamil, serta ikut dalam proses pembentukan otak dan saraf janin.
Kondisi ini biasanya disebabkan oleh pola makan buruk sehingga asupan gizi tidak seimbang. Itu sebabnya, Ali menyarankan para perempuan yang berencana hamil memperbaiki gizinya terlebih dahulu. "Kebutuhan gizi sebelum dan saat hamil harus sama baik," ucap ia.
Cakupan gizi yang harus dikonsumsi perempuan yang ingin hamil terdiri dari makronutrien seperti karbohidrat, protein, dan lemak, serta mikronutrien yang terdiri dari vitamin dan mineral, termasuk zat besi, vitamin A, vitamin D, vitamin 812, asam folat, dan iodine.
Baca Juga:
Namun, jika terlanjur hamil sebelum memperbaiki gizi, Ali menyarankan agar selalu mengonsumsi makanan bergizi seimbang. Jika perlu, dilengkapi dengan suplemen untuk memenuhi kebutuhan zat besi.
Pemenuhan gizi sebelum dan saat hamil sangat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin. Bayi yang lahir dengan gizi cukup terhindar dari berbagai risiko penyakit tidak menular seperti hipertensi, diabetes, dan jantung.
MILA NOVITA