CANTIKA.COM, Jakarta - Mom shaming kian marak terjadi, terutama sejak tren media sosial. Anda tentu kerap mendengar pertanyaan seperti "Habis lahiran kok tambah gemuk sih" ; "Kok baby-nya minum sufor bukan ASI"; "Udah berapa bulan perutnya kok gendutan sih", "Anaknya lebih dekat dengan pengasuh ya?" Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Pelaku mom shaming lebih berani melemparkan kritik karena tidak berhadapan langsung dengan korbannya. Menurut Psikolog Dessy Ilsanty, mom shaming suatu perbuatan mencela dan mengecilkan orang lain dengan mengomentari aspek tertentu. "Mom shaming biasanya berbentuk nasihat dari orang yang merasa lebih berpengalaman. Namun cara penyampaian yang tidak tepat, menimbulkan kesan negatif dan parahnya membuat korban merasa buruk atau bersalah atas apa yang dipilihnya," kata Dessy yang ditemui di acara Kampanye Anti Mom Shaming di Jakarta, Selasa beberapa waktu lalu.
Merujuk data Jakpat, Hallo Bumil mempelajari lebih lanjut perspektif pelaku dan korban mom shaming melalui survei online yang diadakan pada September 2018 pada 574 ibu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden pernah mengalami shaming
Lalu apa yang menjadi topik shaming yang biasa dialami ibu? Pola makan dan berat badan menjadi topik yang paling banyak dikritik. Disusul oleh topik mengenai pemberian ASI atau susu formula dan menerapkan kedisiplinan.
Kebanyakan responden mengalami mom shaming secara langsung dan dalam kondisi privat. Selebihnya terjadi di media sosial dan 7 dari 10 responden mengaku bahwa mom shaming ini semakin meningkat sejak adanya media sosial.
Dessy Ilsanty menambahkan mom shaming harus diwaspadai sebab efeknya dapat menganggu kesehatan mental seorang ibu. "Dari yang awalnya si ibu mungkin bisa cuek dan mengabaikan kata-kata orang lain menjadi kepikiran dan meyakini kebenaran dari apa yang orang lain ucapkan, lalu akan menganggu kesehatan mental," tutur Dessy.
Meski sulit dan lebih terbawa perasaan namun ibu sebaiknya penting untuk membekali diri dengan informasi terkait kehamilan atau tumbuh kembang anak. "Ubah mindset, orang ngomong kita tidak bisa kontrol, apa yang dia ucapkan, jangan langsung bereaksi. Jika ada poin benar, nah yang itu diambil aja. Sebab, shaming memang dari lingkungan terdekat. Sebenarnya mereka ingin yang terbaik buat kita cuma caranya tidak cocok buat kita," saran Dessy.
EKA WAHYU PRAMITA