CANTIKA.COM, Yogyakarta - Pada pertengahan Desember 2019 silam, Sinta Nuriyah, istri Presiden RI ke-4 mendiang Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga atau UIN Yogya.
"Beliau menciptakan perdamaian antar-agama, aliran kepercayaan. Itu esensi kehidupan di tengah keberagaman," kata Ketua Tim Verifikasi Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa Rapat Senat Terbuka UIN Yogya, Ema Marhumah.
Menurut Ema, UIN Yogya berpendapat Sinta Nuriyah Gus Dur berperan penting dalam kerja-kerja perdamaian dan pluralisme. Sinta menggunakan pendekatan feminitas dalam menjalankan aktivismenya, yakni non-kekerasan, kelembutan, dan menghindari konflik.
Gagasan dan kerja-kerja perdamaian Sinta Nuriyah lakukan sejak 1998 dengan cara sahur keliling pada saat Ramadan di tempat ibadah non-muslim, seperti halaman klenteng dan gereja. Aktivisme Sinta kerap ditentang kelompok intoleran.
Dalam pidatonya, Sinta Nuriyah, 71 tahun, membawakan "Inklusi Dalam Solidaritas Kemanusiaan: Pengalaman Spiritualitas Perempuan dalam Kebhinekaan."
Empat anaknya, Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid, Zannuba Arifah Chafsoh Wahid (Yenny), Anita Hayatunnufus Wahid, dan Inayah Wulandari Wahid datang mendampingi.
Hadir pula beberapa tokoh penting, yakni Guru Besar Studi Islam Virginia Commonwealth University, Amina Wadud, dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md., serta Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Sinta Nuriyah Gus Dur masuk daftar 100 orang paling berpengaruh di dunia versi Majalah Time. Ia juga dinobatkan sebagai ikon pluralisme dan toleransi oleh Time.
SHINTA MAHARANI (KONTRIBUTOR)