CANTIKA.COM, JAKARTA - Berbagai kasus eksploitasi seksual dan perdagangan anak melalui media sosial yang mencuat ke publik selama kurun waktu Januari hingga Februari 2020 menjadi alarm bagi semua pihak. Bersama-sama kita mengoptimalisasi fungsi pencegahan dan perlindungan terhadap anak sesuai amanat dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Pasalnya, hampir 40 anak yang menjadi korban eksploitasi seksual hingga diperjualbelikan demi Rupiah dan diperlakukan tidak manusiawi.
“Saya menyayangkan peristiwa yang terjadi pada anak-anak kita. Tidak terbayang dalam benak saya, beban psikologis anak-anak karena dipaksa melakukan pekerjaan tersebut, ditambah dengan berbagai perlakuan yang tidak manusiawi yang harus diterima. Kami, Kementerian PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) sesuai amanah dalam Undang-Undang, akan memastikan anak-anak korban mendapatkan pelayanan yang baik serta pelaku mendapatkan pemberatan hukum maksimal sesuai perundang-undangan yang berlaku,” tegas Menteri Bintang.
Menteri Bintang menyatakan bahwa pemerintah telah berupaya memberikan pendampingan dan penanganan terhadap anak-anak korban. Antara lain terapi psikologis, psikososial serta realitas kognitif dan edukatif dari unit layanan perlindungan perempuan dan anak atau P2TP2A yang ada di daerah dilaksanakan secara intensif terhadap anak-anak yang menjadi korban.
Selain tindakan kuratif, pemerintah melalui Kementerian PPPA juga aktif melakukan tindakan pencegahan. Kementerian PPPA telah menyusun Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang peningkatan fungsi Kementerian PPPA dalam memberikan pelayanan rujukan akhir tingkat Nasional.
Menteri Bintang juga menuturkan perkembangan dan kemudahan dan teknologi semakin membuka lebar risiko dan tantangan dalam memerangi kejahatan seksual dan perdagangan anak melalui media online.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga usai ditemui di acara konferensi pers Kasus Kekerasan dan Eksploitasi terhadap Anak yang digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Jakarta, Senin 17 Februari 2020. TEMPO/Eka Wahyu Pramita
Oleh karena itu, diperlukan kerjasama semua pihak, baik Pemerintah dalam hal ini Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Aparat Penegak Hukum, Media, Industri Teknologi untuk bersama-sama memerangi eksploitasi seksual dan perdagangan anak melalui media online.
Menurut Menteri Bintang, pihaknya juga harus meningkatkan kepedulian masyarakat melalui literasi digital, khususnya bagi orang tua dan anak untuk menyadari dan melindungi diri dari risiko eksploitasi seksual secara online.
"Konsep mengenai literasi digital bagi orang tua akan kita godog lagi bersama Kemkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika), apakah akan menggunakan program yang sudah kami punya atau akan berkolaborasi. Tapi pada intinya sama memberikan edukasi kepada orang tua secara langsung yang bisa mereka akses dengan mudah," ucap ia usai ditemui di konferensi pers kasus Kekerasan dan Eksploitasi terhadap Anak yang digelar Kementerian PPPA di Jakarta, Senin 17 Februari 2020.
Untuk mendukung hal tersebut, Kementerian PPPA memberikan apresiasi atas langkah Menteri Dalam Negeri yang telah membuat surat edaran ke pimpinan daerah, pihak kepolisian yang dengan cepat merespons dan melindungi anak.
“Saya harap semua pihak dapat berkontribusi dan bersinergi. Karena melindungi anak-anak adalah tugas semua orang, tugas kita semua. Sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang,” pungkas Menteri Bintang.