CANTIKA.COM, Jakarta - Di tengah pandemi virus corona baru atau COVID-19, masker medis menjadi buruan masyarakat sebagai salah satu alat pelindung diri saat berada di ruang publik. Alhasil, tindakan tersebut berdampak buruk pada susahnya para tenaga medis mendapatkan pelindung dirinya sebagai garda terdepan dalam mengatasi COVID-19.
Agar kebutuhan masker para tenaga medis tidak langka, sejumlah pengusaha tekstil memproduksi masker kain untuk masyarakat. Apakah itu efektif menangkal terpapar COVID-19?
Dokter spesialis anak Meta Hanindita melalui laman Instagram Story-nya, Kamis, 26 Maret 2020 mengungkapkan masker kain sampai sejauh ini belum diketahui efektivitasnya untuk mencegah penularan COVID-19. Namun dalam keadaan krisis masker, penggunaan masker kain dapat dipertimbangkan penggunaannya oleh masyarakat.
Lebih lanjut ia menjelaskan, berbeda dengan petugas kesehatan yang wajib menggunakan alat pelindung diri atau APD sesuai standar termasuk masker bedah, sementara masyarakat umum bisa menyesuaikan. Prioritaskan masker untuk kelompok-kelompok risiko tinggi seperti lansia, orang dengan riwayat sakit jantung atau penyakit paru.
Bagi orang yang sehat, salah satu alternatifnya adalah pakai tisu jika batuk atau bersin, lalu buang di tempat sampah, cuci tangan, dan physical distancing. "Meski belum ada bukti jika masker kain yang dilapisi tisu atau kasa steril efektif. Namun dalam kondisi krisis masker, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau CDC Amerika Serikat merekomendasikan ini sebagai upaya pencegahan terakhir," tulis Meta.
Lalu bagaimana dengan bayi, apakah perlu memakai masker, Meta mengatakan bahwa bayi tidak memungkinkan untuk pakai masker. Jadi, pastikan orang di sekitar bayi melaksanakan etika batuk atau bersin dan menjaga kebersihan tangan untuk mencegah paparan virus.
CDC merekomendasikan bahwa penyedia layanan kesehatan, yang sama sekali tidak memiliki pilihan lain, menggunakan masker kain ketika merawat pasien dengan COVID-19. Namun, idealnya harus dipasangkan dengan pelindung wajah.
Namun, melansir laman Live Science, Selasa, 27 Maret 2020, Raina MacIntyre yang memimpin sebuah penelitian di Vietnam pada 2015, yang diterbitkan dalam jurnal BMJ, menemukan bahwa para profesional medis yang mengobati flu di rumah sakit Hanoi memakai masker kain menyebabkan lebih banyak infeksi daripada masker medis. Alasannya, kain menyebabkan kelembapan, sering digunakan kembali, dan menyaring dengan buruk dibandingkan dengan masker medis.
Meski begitu, MacIntyre mengatakan kepada Live Science, bahwa masker kain bisa saja digunakan jika itu adalah satu-satunya pilihan yang tersedia bagi para dokter.
"Ketika dokter menghadapi situasi tidak memiliki APD, saya pikir mereka harus menggunakan apa pun yang mereka bisa, dan jika itu buatan sendiri, itu lebih baik daripada tidak sama sekali," ucap Maclntyre.
Studi lain yang diterbitkan pada 2013 di jurnal Disaster Medicine dan Public Health Preparedness menemukan bahwa masker bedah komersial tiga kali lebih efektif daripada masker buatan sendiri untuk mencegah penyebaran flu.
Disimpulkan bahwa masker buatan sendiri hanya dianggap sebagai upaya terakhir untuk mencegah penularan droplets atau percikan air liur bersin atau batuk dari orang yang terinfeksi corona, lebih baik daripada tidak ada perlindungan.
EKA WAHYU PRAMITA