CANTIKA.COM, JAKARTA - Pandemi virus corona baru atau Covid-19 berdampak ke seluruh industri, termasuk industri mode. Bisnis fashion mengalami penurunan sangat signifikan. Tak sedikit pabrik tekstil yang berhenti beroperasi, pusat perbelanjaan ditutup sementara, bahkan rangkaian acara pekan mode ditunda atau diselenggarakan secara virtual.
Selain itu, penerapan aktivitas di rumah saja atau karantina diri juga turut mengubah kebiasaan belanja. Di masa New Normal atau kebiasaan baru, para pelanggan beralih dari datang ke toko atau butik menjadi transaksi via online. Sebab mereka menerapkan jaga jarak fisik dan mengurangi intensitas ke luar rumah.
Partnership Director, Commercial Strategy and Development Informa Market, Janice Lee, memaparkan belanja online merupakan solusi kala pandemi Covid-19 di Hong Kong. Berbagai merek mode sangat terbantu dengan menyediakan layanan belanja online.
"Bahkan banyak program marketing yang ditawarkan, seperti benefit return policy (barang dapat dikembalikan) dengan pengiriman gratis. Tentunya ini bagus untuk menstimulasi orang berbelanja, tapi perlu diperhatikan apakah ini akan sustainable (berkelanjutan) dalam jangka panjang,” jelas Janice dalam siaran pers yang diterima Cantika pada Senin, 18 Mei 2020.
Menurut Janice, kini telah bermunculan strategi baru seperti perhelatan kecantikan yang disiarkan secara digital. Ataupun platform online untuk memenuhi segala kebutuhan dan kelancaran laju bisnis mode.
Janice Lee mengungkapkan pertanda baik mulai timbul secara perlahan-lahan. Dimulai dengan acara otomotif pada Juni 2020 untuk pengunjung domestik, sedangkan untuk perhelatan mode internasional hingga 2021.
Meski begitu, Janice meyakini bahwa secara naluri, manusia adalah makhluk sosial yang tetap membutuhkan keluar rumah untuk berinteraksi langsung dengan lingkungannya termasuk soal belanja.
"Orang masih membutuhkan mencoba baju, sepatu, atau makeup, menyentuh materialnya, melihat kualitasnya, sebelum membeli. Jadi, New Normal dalam berbelanja online sebenarnya cocok hanya untuk belanja ulang barang yang pernah kita beli. Tapi untuk barang baru, masih perlu unsur mencoba dan sentuhan," tuturnya.
Beralih ke salah satu negara di benua Hitam, Nigeria yang dijuluki sebagai ibukota mode di Afrika. Masih mengutip rilis, CEO of Legendary Gold Limited dan Organizer of Africa Fashion Reception,
Lexy Mojo Eyes, memaparkan saat ini pemerintah Nigeria belum memberi bantuan bagi kelangsungan industri mode di masa pandemi ini.
“Di Nigeria telah diterapkan karantina wilayah selama sekitar tujuh minggu. Produksi garmen mengalami penurunan drastis, namun tidak seluruhnya terhenti. Semua desainer beralih ke pembuatan masker dengan jumlah sangat banyak (dipesan oleh African Union) karena pemerintah mewajibkan selalu memakai masker bagi seluruh penduduk Afrika," ungkapnya.
Berbicara soal masker kain, di Tanah Air produk tersebut menjadi populer dan bisa dibilang menghidupkan denyut usaha sejumlah pelaku mode di level kecil dan menengah.
Hal itu pun dicermati oleh National Chairman Indonesia Fashion Chamber atau IFC Ali Charisma . Ia menegaskan bahwa pengembangan varian produk dengan masker menjadi solusi bisnis mode yang tepat saat ini.
“Masker masih akan terus dibutuhkan. Desainer bisa membuat masker yang kreatif atau eksklusif dengan fungsi pelindung maupun sebagai aksesori fashion, seiring dengan pakaian yang lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat pasca pandemi Covid-19. Selain masker, desainer bisa mengembangkan dengan produk homeware (perlengkapan rumah) dan homewear (pakaian untuk di rumah) yang juga banyak dibutuhkan selama pandemi ini,” saran Ali.
Ali Charisma mengatakan dengan adanya New Normal, maka kita tidak akan kembali sepenuhnya pada kehidupan sebelum pandemi Covid-19, termasuk strategi pemasaran dan penjualan busana.
"Pelaku industri mode harus siap dengan tuntutan New Normal, terutama strategi online. Kesiapan strategi online sangat penting supaya dapat bertahan, bahkan berkembang di masa mendatang," pungkasnya.